Jakarta, CNN Indonesia --
Peneliti bioplastik Organisasi Ilmu Pengetahuan Teknik (OR-IPT) BRIN Agus Haryono hampir menjadi dokter sebelum akhirnya menapaki jejak kariernya sebagai peneliti, dan justru mendapatkan gelar doktor.
"Sebenarnya saya sudah lulus di kedokteran di Universitas Airlangga, tapi saya baca-baca ada penerimaan beasiswa ke luar negeri. Dan ternyata melalui proses seleksi beberapa kali wawancara, ujian ini, ujian itu dan lolos akhirnya berangkat ke Jepang," kata Agus kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Kamis (6/1).
"Orang tua saya pengin salah satu anaknya jadi dokter, tapi ternyata sampai sekarang belum ada yang jadi dokter malah jadi doktor," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjalanan Agus ke Jepang jadi awal mula kariernya sebagai peneliti kimia makromolekuler, yang saat ini lebih berfokus di bioplastik.
Kini Agus tengah terlibat dalam beberapa penelitian yang secara garis besar memiliki misi yang sama, yakni membawa dunia ke 'plastik' yang lebih ramah lingkungan.
Agus bersama rekan-rekannya tengah berupaya membuat kemasan semacam styrofoam, namun dengan berbahan dasar tepung singkong.
[Gambas:Instagram]
Pengembangan Bioplastik
Yang telah banyak beredar saat ini adalah kemasan kantong plastik dengan bahan serupa. Agus berusaha untuk meningkatkan pemanfaatan dari bahan tersebut agar kehadirannya dapat mengurangi penggunaan kemasan yang berdampak buruk pada lingkungan.
Namun pemanfaatan tepung singkong untuk kemasan makanan ini disebut Agus memiliki kendala seperti ketersediaan bahan dan ketahanannya terhadap panas.
"Singkong ini kan bahan pangan. Ya kita pikirkan agar tidak berkompetisi dengan kebutuhan pangan," katanya.
Untuk ketahanannya terhadap panas, Agus bersama tim memberikan pelapis agar bahan tidak meleleh karena langsung kontak dengan panas dari makanan.
Selain kemasan dari tepung singkong, Agus juga tengah mengembangkan pemanfaatan sawit untuk menjadi bioplastik.
Bioplastik sendiri merupakan jenis plastik yang lebih mudah terurai dibandingkan plastik biasa yang membutuhkan waktu ratusan tahun.
Menurut penelitian yang sudah dilakukan Agus, bioplastik bahkan bisa terurai hanya dalam waktu singkat, yakni dua minggu saja.
Pada penelitian pemanfaatan sawit menjadi bioplastik, Agus bekerja sama dengan sejumlah peneliti dari negeri tirai bambu Tiongkok.
Hasil dari penelitian yang berlangsung cukup lama ini bahkan menuai penghargaan Asian Excellency Award dari Society of Polymer Science pada 2008.
Selain kedua penelitian tersebut, Agus juga sedang aktif meneliti dampak mikroplastik yang tersebar di lautan.
Mikroplastik sendiri merupakan plastik berukuran lebih kecil dari lima milimeter yang berasal dari pecahan plastik yang lebih besar. Plastik-plastik ini berasal dari sampah di daratan yang memasuki aliran air lalu akhirnya terbawa ke laut.
Bagaimana jalan studi Agus Haryono? Simak di halaman berikutnya..
Perjalanan Menjadi Peneliti
Awal mula ketertarikan Agus pada sains muncul sejak bangku sekolah dasar. Saat itu Agus dan teman-temannya membuat penyulingan-penyulingan dari tanaman yang ada di sekitar.
Kemudian menginjak bangku SMA, ketertarikan Agus pada dunia penelitian semakin terlihat kala ia menjadi ketua Kelompok Ilmiah Remaja (KIR). Di kelompok tersebut ia melakukan sejumlah riset seperti pemanfaatan bahan alam dan beberapa riset lain dengan topik lingkungan.
Langkah awal menjadi peneliti profesional ditapaki Agus kala ia mendapatkan beasiswa Science and Technology Manpower Development Program (STMDP) dari pemerintah.
Beasiswa tersebut menopang kebutuhan pembiayaan Agus selama berkuliah di Waseda University pada jenjang sarjana atau S1.
Di pengujung perkuliahan, tepatnya pada masa-masa penelitian di laboratorium, Agus sempat merasa berat dengan jalan hidupnya sebagai peneliti.
Agus menyebut hal ini disebabkan karena ia mendapat sosok pembimbing penelitian yang cukup keras kepadanya, yang hampir setiap hari memarahinya.
Hampir putus asa, Agus sempat berkonsultasi dengan orang tuanya tentang permasalahan tersebut.
Namun dengan ketekunan dan semangat pantang menyerah, akhirnya Agus dapat melewati masa berat itu.
Setelah mendapatkan gelar sarjana, Agus kemudian menikah dan beruntungnya ia mendapat istri yang sangat mendukungnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2.
Saking mendukungnya, pendidikan S2 Agus 'dibeasiswai' oleh istrinya.
Selesai dengan jenjang S2, Agus kembali mendapatkan beasiswa untuk jenjang S3-nya dan melanjutkan pendidikan di kampus yang sama.
Masih belum puas dengan S3, Agus mengambil pendidikan Post-Doctoral di sana sebelum akhirnya kembali ke Indonesia.
Total Agus menghabiskan waktu 14,5 tahun di Jepang sejak 1989 dan baru kembali ke Indonesia pada 2002.
Jepang dan Indonesia
Bersamaan dengan beasiswa STMDP yang ia dapatkan, Agus juga dilantik sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bergabung bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang kini telah melebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Uniknya, Agus baru bekerja untuk LIPI setelah kepulangannya ke Indonesia pada 2002, sehingga ia memiliki predikat pegawai namun tidak pernah masuk kerja selama 14,5 tahun.
"Untungnya saya selalu berusaha berhubungan baik terus dengan atasan saya di LIPI, setiap tiga bulan sekali saya mengirim surat, dan setiap pulang liburan pun saya mampir," kata Agus mengenang masa tersebut.
"Mungkin karena itu 14,5 tahun saya enggak dipecat," tambahnya sambil bercanda.
Saat kembali ke Indonesia, Agus mendapati beberapa perbedaan pada iklim penelitian di Jepang dan Indonesia.
Meski menurutnya kemampuan peneliti Indonesia tak kalah baik dengan peneliti di Jepang, namun ada perbedaan yang cukup kentara pada etos kerja.
Peneliti di Jepang bisa menghabiskan waktu di laboratorium mulai dari pukul 9 pagi hingga pukul 1 dini hari. Dan hal tersebut berlangsung pada hari Senin sampai Sabtu.
Lebih lanjut, selama menjadi bagian dari LIPI dalam kurun waktu lebih dari 32 tahun, Agus sempat menjadi Pelaksana Harian Kepala LIPI pada masa transisi LIPI melebur ke BRIN.
Kini pria kelahiran Madura ini menjabat sebagai Kepala Organisasi Ilmu Pengetahuan Teknik (OR-IPT) BRIN.