Demo menolak kebijakan pelarangan truk over dimension and overloading (ODOL) marak terjadi belakangan, terutama di Jawa Tengah. Pakar menjelaskan kisruh di balik hal ini lantaran pengusaha dan sopir truk terlihat sama-sama tak mau rugi.
Sebelumnya demo dilakukan ratusan sopir truk di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah pada Selasa (22/2). Mereka menutup akses Jalan Lingkar Selatan Kudus sebagai bentuk dalam aksi menolak kebijakan terkait larangan ODOL.
Salah satu sopir truk bernama Ali Ikhsan menyebut aturan baru ini dapat menyebabkan lonjakan harga pada kebutuhan masyarakat karena tarif angkutan barang akan naik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukan hanya di Kudus, aksi unjuk rasa sopir truk terkait kebijakan larangan ODOL juga terjadi di Temanggung, Jawa Tengah.
Para sopir truk berunjuk rasa sambil membawa spanduk bertuliskan 'Kami tidak menolak kebijakan ODOL tapi kami menuntut solusi kebijakan ODOL' dan 'Peraturan mumet hargai perjuangan sopir'.
Sudah jadi rahasia umum, banyak truk pengangkut barang kerap membawa muatan melebihi kapasitas. Hal ini dikatakan pakar transportasi Djoko Setijowarno sangat berkaitan dengan tarif murah pengiriman barang.
"Sesungguhnya, akar masalah truk ODOL adalah tarif angkut barang semakin rendah, karena pemilik barang tidak mau keuntungan selama ini berkurang [padahal biaya produksi dan lainnya meningkat], pemilik armada truk [pengusaha angkutan barang] juga tidak mau berkurang keuntungannya," kata dia.
"Hal yang sama, pengemudi truk tidak mau berkurang pendapatannya," ujar Djoko yang menjabat Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat dalam sebuah keterangan, Rabu (23/2).
Kelakuan melebihi muatan truk menggunakan truk yang sudah dimensinya telah dimodifikasi menjadi lebih dari seharusnya dikatakan Djoko dilakukan untuk menutupi biaya tak terduga selama perjalanan. Biaya tak terduga ini dibebankan ke pengemudi truk.
Sejumlah uang dibawa pengemudi truk untuk menanggung beban biaya selama perjalanan, seperti tarif tol, pungutan liar dari petugas berseragam dan tidak seragam, parkir, urusan ban pecah, dan sebagainya.
Setelah dikurangi biaya perjalanan tersebut, uang yang dapat dibawa pulang sopir ke rumah tidak setara lama waktu bekerja meninggalkan keluarga.
Kondisi lapangan seperti itu akhirnya menjadikan profesi sopir truk dikatakan tidak lagi memikat bagi sebagian besar orang. Hal ini membuat mencari pengemudi truk berkualitas sangat sulit.
Djoko menyebut Indonesia ke depannya akan kehilangan banyak sopir truk profesional. Beberapa di antaranya yang kini masih bertahan kemungkinan disebabkan karena belum punya alternatif pekerjaan lain.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sedang mengampanyekan program Zero ODOL yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2023 mendatang. Penerapannya nanti akan dilakukan di seluruh jalan tol dan non tol Indonesia, kebijakan ini juga berlaku di pelabuhan laut maupun penyeberangan.
(lom/fea)