Spesifikasi Mortir M72 Buatan Serbia yang Diduga Digunakan di Papua
Mortir M72 yang diklaim dibeli aparat Indonesia dari Serbia sudah dimodifikasi khusus agar bisa dilontarkan dari udara.
Dikutip dari Reuters, kelompok pemantau senjata yang berbasis di London, Inggris, Conflict Armament Research (CAR) menyebut Badan Intelijen Negara (BIN) membeli nyaris 2.500 mortir dari Serbia untuk mata-mata RI di Papua.
Tiga anggota CAR mengatakan pengadaan senjata dari BIN tak diungkap ke komite pengawasan parlemen yang menyetujui anggaran.
CAR melaporkan bahwa peluru mortir 81 mm digunakan dalam serangan di sejumlah desa di Papua pada Oktober 2021. Menurut mereka, BIN juga menerima 3.000 inisiator elektronik dan tiga perangkat pengatur waktu yang biasanya difungsikan untuk membasmi bahan peledak.
Dalam serangan di sejumlah desa di Papua pada Oktober 2021, kelompok Hak Asasi manusia (HAM) menyampaikan rumah dan sejumlah gereja terbakar, meskipun tidak ada yang terbunuh dalam serangan itu.
Saksi mata Pastor Yahya Uopmabin yang menyaksikan secara langsung serangan di desa Papua mengatakan mortir dijatuhkan pakai pesawat tak berawak.
"Mereka menjatuhkan bom dengan pesawat tak berawak. Tempat ibadah, rumah terbakar," kata Yahya kepada Reuters.
Seorang penyelidik Papua yang bekerja untuk konsorsium delapan kelompok hak asasi manusia dan gereja, Eneko Bahabol, mengatakan 32 mortir dijatuhkan, termasuk lima yang tak meledak.
Mortir itu diketahui buatan senjata Serbia, Krusik. Senjata kemudian dimodifikasi entah oleh pihak mana agar bisa dijatuhkan dari udara, alih-alih dilontarkan dari tabung mortir.
Mortir M72 dengan ukuran 81 mm itu memiliki berat total 3,05 kilogram. Dibekali dengan peledak TNT 650 gram, senjata ini juga bisa melesat hingga 4.900 meter.
Dikutip situs resmi Kursik, perusahaan membeberkan M72 memiliki radius 'membunuh' sampai 1 meter persegi. Mortir itu bisa dioperasikan pada suhu -30 hingga 50 derajat Celcius.
Menurut dokumen Pengajuan soal Indonesia kepada Reviu Periodik Universal di Kantor Hak Asasi Manusia Komisaris Tinggi PBB untuk Sidang ke-41 dari Proyek Papua Barat, Universitas Wollongong, New South Wales, Australia, menunjukkan ada sedikit perubahan dari produk mortir yang digunakan di RI.
Hal itu berdasarkan penelitian para pakar dari CAR terhadap sisa mortir M72 yang sudah meledak. Mortir itu mulanya tampak tidak dimodifikasi karena mempertahankan tanda asli dari pabrik asli dan lapisan catnya.
Namun demikian, dua komponen dari pabrik telah diganti; pertama, bom ekor hasil improvisasi, yang terdiri dari sirip rakitan dan tabung penghubung; kedua, sekering tumbukan.
Ekor bom itu dibuat dari rakitan sirip aluminium cor yang disekrup ke bagian tabung penghubung aluminium mesin, yang melewati rakitan sirip. Bagian tabungnya tidak berujung ceruk khas yang diperlukan untuk mengakomodasi pengapian peluru mortir dan tidak memiliki lubang lampu kilat di depan sirip rakitan.
Efeknya, item yang dimodifikasi tidak bisa ditembakkan secara konvensional dari laras mortir. Namun, senjata ini harus dijatuhkan atau dilempar ke sasaran agar bisa berfungsi.
Ketiadaan 'pencucian' gas pada tabung dan sirip menunjukkan bahwa amunisi tidak diluncurkan bak kembang api.
"Sekering tumbukan yang diimprovisasi dibuat dari aluminium, dengan pelatuk berdiameter lebar. Luas permukaannnya jauh lebih besar daripada ukuran biasa. Hal ini menunjukkan bahwa senjata ini dibuat untuk memicu dampak yang lebih soft pada target normal," demikian dikutip dari penelitian itu.
Penggantian ekor amunisi ini dinilai tidak akan ada gunanya jika peluru dijatuhkan dengan tangan dari pesawat.
CAR menyimpulkan bahwa modifikasi pada boom ekor amunisi telah dilakukan untuk memungkinkan penggunaannya dalam sistem pengiriman mekanis yang ditempelkan pada pesawat.
Deputi II Bidang Intelijen Dalam Negeri BIN Mayjen TNI Edmil Nurjamil membantah laporan dari CAR tersebut.
"Enggak, enggak ada. Iya, kita enggak punya itu. Itu punya TNI," kata dia, saat ditemui di Kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (16/6).
"Enggak lah. Kan Pangdamnya sudah mengakui kalau itu senjata TNI. Kita enggak main-main begitu. Panglima Kodamnya sudah sampaikan, bulan apa itu," kata dia.
Sementara, juru bicara TNI Kolonel Wieng Paronoto, kepada Reuters, mengatakan personelnya tak menjatuhkan amunisi di desa-desa. Dia juga menolak mengatakan apakah BIN menyebarkan amunisi itu.