Twitter dikabarkan telah menggugat pemerintah India memerintahkan pemblokiran pada akun twitter.
Dalam gugatan yang diajukan di Pengadilan Tinggi Karnataka di Bengaluru, Selasa (5/7), Twitter menuduh India telah menyalahgunakan kekuasaan dengan memerintah secara sewenang-wenang serta tidak proporsional untuk menghapus beberapa tweet dari platform.
"Selain itu, pemerintah juga melakukan beberapa perintah blokir yang berkaitan dengan konten politik yang diposting oleh pengguna resmi partai politik," kata Twitter dalam gugatan yang dikutip TechChrunch, Rabu (6/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemblokiran informasi semacam itu merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berbicara warga negara yang dijamin pengguna platform. Selanjutnya, konten yang dipermasalahkan tidak memiliki hubungan langsung yang jelas," bantah Twitter.
Sementara itu, perusahaan media sosial berlambang burung biru itu juga menuduh pemerintah India telah mengancam akan membuka proses pidana terhadap chief compliance officer mereka di India jika perusahaan tidak mematuhi perintah.
Gugatan itu memperpanjang jalan berliku Twitter di India selama satu setengah tahun terakhir. Sebelumnya Twitter juga telah diminta untuk menghapus ratusan akun dan tweet, banyak di antaranya yang menurut para kritikus tidak pantas hanya karena mereka mencela kebijakan pemerintah India dan Perdana Menteri Narendra Modi.
Seorang juru bicara Twitter menolak berkomentar atas kejadian ini. Tapi Sensor Tower mengungkapkan Twitter telah mengumpulkan sekitar 48 juta pengguna aktif di India.
Selama ini, Twitter telah memenuhi sebagian permintaan pemerintah India, tetapi berusaha untuk melawan permintaan lainnya. Di bawah aturan TI baru India, yang mulai berlaku tahun lalu, Twitter tidak lagi memiliki ruang untuk secara individual menentang perintah penghapusan dan ketidakpatuhan yang dapat mengakibatkan tindakan hukum karena dianggap tidak patuh terhadap undang-undang dan hukum di negara tersebut.
Aturan TI yang baru mengharuskan setiap perusahaan media sosial besar untuk menunjuk chief compliance officer, nodal contact person, dan resident grievance officer di negara tersebut untuk mengatasi masalahnya negara tempatnya beroperasi dilansir dari The Hill.
"Adalah tanggung jawab semua orang untuk mematuhi undang-undang yang disahkan oleh Parlemen negara itu," Menteri TI India Ashwini Vaishnaw.
Ketegangan antara Twitter dan pemerintah India mulai terlihat pada 24 Mei 2021 ketika polisi Delhi, yang diperintah pemerintah pusat India, mengunjungi dua kantor Twitter untuk mencari informasi tentang alasan Twitter melabeli salah satu tweet yang diklaim juru bicara BJP sebagai manipulasi media.
Polisi Delhi mengatakan pada saat itu bahwa mereka telah menerima keluhan tentang klasifikasi tweet juru bicara tersebut dan mengunjungi kantor untuk menyampaikan pemberitahuan penyelidikan kepada kepala Twitter India. Dalam sebuah pernyataan, polisi mengatakan bahwa jawaban direktur pelaksana Twitter India tentang masalah itu sangat ambigu.
Di sisi lain, Twitter menggambarkan hal itu sebagai sebuah intimidasi.
"Perusahaan khawatir sehubungan dengan penggunaan taktik intimidasi oleh polisi dalam menanggapi penegakan Persyaratan Layanan global kami, serta dengan elemen inti dari Aturan TI baru," kata Twitter.
Untuk diketahui, Managing Director Twitter India mengundurkan diri dari perusahaan tahun lalu.
Sementara itu, Twitter bukanlah raksasa teknologi pertama yang menggugat pemerintah India. WhatsApp lebih dulu mengeluarkan gugatan yang menantang peraturan baru India yang memungkinkan pihak berwenang membuat pesan pribadi orang "dapat dilacak", dan melakukan pengawasan massal pada 2021.
Belum diketahui pasti gugatan baru akan berdampak pada akuisisi Twitter oleh Elon Musk. Terlebih, Musk melalui perusahaannya yang lain, Tesla, telah berusaha memasuki pasar India selama beberapa tahun terakhir.
(ttf/mik)