Pengungkapan waktu kematian bisa jadi salah satu kunci sukses memecahkan kasus pembunuhan, termasuk dalam kasus Brigadir J. Bagaimana teknisnya hingga penentuan waktunya tepat?
Brigadir J disebut meninggal di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta, Jumat (8/7) pukul 17.00 WIB.
Tiga hari berselang, pihak Kepolisian baru menggelar konferensi pers terkait kasus ini. Banyak kejanggalan dalam keterangan awal itu, termasuk soal tembak-menembak yang menyebabkan kematian Brigadir J dan motif pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sempat muncul juga dugaan bahwa Brigadir J sudah meninggal di Magelang, bukan di Jakarta. Namun, Komnas HAM menyangkalnya berdasarkan rekaman CCTV.
Belakangan terungkap skenario pembunuhan berencana yang diakui diatur oleh Sambo yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Usai desakan keluarga dan publik, autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J dilakukan pada 27 Juli di RSUD Sungai Bahar, Jambi. "Senin atau Selasa minggu depan [diumumkan hasilnya]," kata Ketua tim dokter forensik gabungan Ade Firmansyah Sugiharto, Selasa (16/8).
Terlepas proses yang dilakukan tim forensik itu, tim ahli biasanya dipanggil ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk memperkirakan waktu kematian korban tak lama setelah kejadian.
Yang jadi catatan, napas terakhir bukanlah acuan seseorang meninggal. Pasalnya, sebagian organ tubuh manusia dapat berfungsi dalam jangka waktu tertentu. Otak, misalnya. Meskipun oksigen sudah tak lagi mengalir ke organ ini, otak masih bisa berfungsi.
Maka masuk akal untuk berasumsi bahwa klaim waktu kematian bisa jadi tidak selalu akurat.
Dikutip dari CoronerTalk, waktu kematian dikategorikan dalam tiga jenis. Pertama, waktu kematian fisiologis, yakni saat tubuh korban, termasuk organ vital, berhenti berfungsi.
Kedua, waktu kematian berdasarkan informasi yang tersedia saat olah TKP. Ketiga, waktu kematian yang sah, di mana tubuh ditemukan atau dinyatakan mati secara fisik oleh orang lain. Ini adalah waktu yang ditunjukkan secara sah oleh hukum, pada keterangan kematian.
Salah satu cara untuk mengungkap waktu kematian adalah dengan cara mengukur suhu tubuh dengan suhu ruangan atau dikenal sebagai suhu lingkungan.
Suhu lingkungan ini memerlukan beberapa menit atau jam untuk mengetahuinya, dan ini merupakan indikator yang baik tentang berapa lama tubuh berada di sebuah tempat.
Selain itu, perlu dicatat bahwa suhu tubuh akan turun jauh lebih lambat jika tubuh terkena suhu dingin yang ekstrem; seperti ditinggalkan di luar ruangan, terendam air atau dalam kondisi dekat es.
Salah satu indikatornya adalah Rigor Mortis atau kaku mayat, proses alami tubuh yang mati yang merupakan kontraksi alami dan relaksasi otot-otot akibat perubahan keseimbangan kimia tubuh.
Menentukan waktu kematian memakai beberapa teknik pengamatan. Semakin cepat memeriksa tubuh korban, semakin akurat perkiraan waktunya. Untuk membantu estimasi waktu kematian, sejumlah ahli biasanya menggunakan berbagai pengamatan dan tes, yakni:
- Suhu tubuh
- Rigor mortis
- Livor mortis (lividitas), yakni mengendapnya darah ke anggota tubuh bagian bawah yang menyebabkan warna merah-ungu di kulit.
- Derajat pembusukan
- Kekeruhan isi perut
- kornea
- Tingkat kalium
- Aktivitas serangga
Metode penentuan waktu kematian di halaman berikutnya...