BRIN dan BMKG Pakai Data Himawari, Kenapa Bisa Beda Prediksi Cuaca?

CNN Indonesia
Jumat, 30 Des 2022 16:04 WIB
BMKG dan BRIN sama-sama merujuk data dari Satelit Himawari untuk memprediksi cuaca. Kenapa hasilnya bisa beda?
Ilustrasi. Pakar menjelaskan soal perbedaan pemrosesan data cuaca. (Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Perbedaan prediksi cuaca antara peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) disebut karena masalah beda pemrosesan data primer dari Satelit Himawari.

"Betul [karena beda pemrosesan]. Jadi masing-masing institusi mempunyai post-processing," ujar Guru Besar Teknik Telekomunikasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB) Adit Kurniawan kepada CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon, Jumat (30/12).

Post-processing tersebut merupakan pemrosesan data primer yang didapatkan dari satelit.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai informasi, BRIN dengan platform Satellite Disaster Early Warning System (SADEWA) dan BMKG sama-sama mendapatkan data primer dari satelit milik Jepang, Himawari.

"SADEWA itu bukan satelitnya, jadi SADEWA itu merupakan aplikasi sistem informasi yang mengolah data primer dari satelit," ucap dia.

"Sedangkan yang mengambil data cuaca dari alam itu namanya satelit punya Jepang yang kita sebut namanya Himawari. Jadi Himawari itu menyediakan data primer, pemilik satelitnya adalah Jepang," lanjut Adit.

Data dari Himawari sendiri digunakan oleh institusi di banyak negara untuk berbagai kepentingan.

"Satelit Himawari ini dipakai banyak negara, masing-masing negara diperbolehkan, tapi hanya bersifat institusi. Yang biasanya punya akses itu institusi yang terkait dengan klimatologi, yang dalam hal Indonesia adalah BMKG," terang Adit.

"Terus yang kedua, institusi yang melakukan research boleh itu. SADEWA juga bisa mendapatkan akses kepada data primer dari satelit Himawari itu," imbuhnya.

Terkait pemrosesan datanya, Adit mengatakan masing-masing institusi memiliki aplikasi sendiri yang digunakan untuk melakukan pemrosesan.

"BMKG menggunakan aplikasi yang mereka kembangkan untuk mengolah data dan memberikan informasi kepada masyarakat, yaitu early warning. BRIN juga menggunakan data itu untuk kepentingan penelitian lebih lanjut," jelasnya.

Data primer sendiri disebut berkaitan dengan parameter-parameter cuaca, seperti temperatur udara, kelembapan udara, hingga densitas atau kerapatan awan, yang bisa dipakai untuk memperkirakan curah hujan.

Lebih lanjut, Adit menyebut akurasi soal prakiraan cuaca sulit dibandingkan. Namun, menurutnya ada komponen lain yang bisa dilihat terkait kualitas prakiraan cuaca, yakni resolusi.

"Kalau namanya prakiraan itu enggak bisa dibandingkan (akurasinya). Susah dibandingkan, karena semua teknologi yang menggunakan pemrosesan data untuk dipakai memprakirakan objektif tertentu pasti dia punya nilai deviasi," terangnya.

"Apalagi terkait dengan cuaca, cuaca itu bersifat dinamis. Artinya, prediksi juga tidak bisa dilihat sejauh mana keakuratannya. Paling yang bisa kita lihat resolusinya," tambahnya.

Resolusi sendiri artinya kemampuan aplikasi untuk membedakan cuaca dalam rentang suatu jarak tertentu. Misalnya, aplikasi mampu membedakan cuaca dalam rentang 5 kilometer, berarti aplikasi tersebut memiliki resolusinya 5 kilometer.

Adit menyebut semakin kecil rentang jarak yang bisa dibedakan, maka semakin tinggi resolusi aplikasi tersebut. Aplikasi SADEWA milik BRIN sendiri diketahui memiliki resolusi 5 kilometer dan 1 kilometer.

Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Anis Purwaningsih, dalam siaran pers, mengungkapkan "SADEWA merupakan aplikasi berbasis web yang terdiri dari sistem pemantauan atmosfer berbasis satelit Himawari-8, sistem prediksi atmosfer berbasis modelWeather Research Forecasting(WRF), dan sistem peringatan dini hujan ekstrem".

Sementara itu, peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN Erma Yulihastin mengatakan satelit Himawari digunakan untuk pantauan pertumbuhan awan.

"Satelit Himawari itu bukan prediksinya ya, tapi Himawari di situ untuk data pantauan pertumbuhan awan. Kalau prediksinya berbasis model numerik WRF," tuturnya, dalam keterangan tertulis.

(lom/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER