101 SCIENCE

Kenapa Burung Bisa Punya Sayap?

CNN Indonesia
Senin, 06 Mar 2023 13:03 WIB
Ilustrasi. Burung memiliki sayap yang dapat membuatnya terbang. Dari mana asal usul sayap itu? (AFP/LILLIAN SUWANRUMPHA)
Jakarta, CNN Indonesia --

Peradaban modern mengenal burung sebagai binatang bersayap. Namun, bagaimana sebetulnya evolusi menghadirkan bagian tubuh yang membuat unggas ini dapat terbang?

Kehadiran sayap yang dapat membuat makhluk bertulang belakang terbang disebut sebagai salah satu misteri terbesar dalam dunia paleontologi.

Pterosaurus terkenal sebagai vertebrata paling awal yang diketahui bisa terbang pada periode hampir 200 juta tahun yang lalu.

Namun, reptil purba yang sangat besar ini bukanlah dinosaurus. Dikarenakan nenek moyang langsung dari burung adalah dinosaurus, maka Pterosaurus tidak dapat dijadikan rujukan asal usul sayap pada burung.

Dinosaurus unggas baru berevolusi jauh setelahnya dari theropoda berkaki dua dan berbulu. Periode ini berselang lebih dari 80 juta tahun setelah pterosaurus bisa terbang.

Meski tidak berkaitan secara genetik, burung menggunakan struktur yang sangat mirip dengan pterosaurus untuk tetap berada di ketinggian. Hal ini tampaknya seperti bulu, telah berevolusi jauh sebelum penerbangan itu sendiri.

Dikutip dari ScienceAlert, binatang terbang memiliki propatagium, struktur berbentuk selaput yang ada pada semua vertebrata yang mengepakkan sayapnya saat ini, termasuk burung dan kelelawar. Beberapa mamalia yang bisa terbang bahkan memiliki struktur serupa di tungkai atas yang mirip parasut.

Cara terbaik untuk membayangkan propatagium adalah dengan menjulurkan lengan Anda ke samping dengan siku dan pergelangan tangan yang ditekuk.

Bayangkan sebuah tendon yang membentang dari bahu Anda ke tangan Anda, menciptakan sebuah jembatan, atau bagian depan dari sebuah sayap.

'Jembatan' ini memungkinkan burung terbang melenturkan dan meregangkan pergelangan tangan dan siku mereka secara serempak saat mengepakkan sayap.

Struktur ini pada dasarnya memberikan daya angkat pada aktivitas penerbangan burung, sehingga memungkinkan hewan ini mengendalikan dua sendi sekaligus.

Untuk pterosaurus, perannya bagian ini tidak begitu jelas, tetapi propatagium pada binatang lain tampaknya mengendalikan lepas landas dan pendaratan dengan mengubah aliran udara di atas permukaan atas sayap.

Tanpa adanya tendon, beberapa ilmuwan berpikir bahwa burung, kelelawar, dan dinosaurus mungkin tidak akan pernah bisa terbang dari tanah.

"Tendon ini tidak ditemukan pada vertebrata lain, dan tendon ini juga ditemukan menghilang atau kehilangan fungsinya pada burung yang tidak bisa terbang, salah satu alasan mengapa kita tahu bahwa tendon ini sangat penting untuk terbang," jelas ahli paleontologi Tatsuya Hirasawa dari University of Tokyo, dalam studinya yang diterbitkan di Zoological Letters.

"Jadi, untuk memahami bagaimana penerbangan berevolusi pada burung, kita harus mengetahui bagaimana propatagium berevolusi," tambahnya.

Propatagium, asal usul sayap di era dinosaurus. (zoologicalletters.biomedcentral.com)

Dinosaurus darat dan sayap

Dengan membandingkan sudut siku yang mencolok dan lekukan lengan pada fosil theropoda non-unggas, para peneliti telah menemukan bukti bahwa struktur seperti propatagium mungkin membentang di bahu dan pergelangan tangan beberapa dinosaurus darat.

Sebagai contoh, sudut yang diamati pada fosil-fosil 'maniraptorans' (termasuk velociraptor) sedikit lebih besar daripada yang terlihat pada burung-burung modern, tetapi masih mengisyaratkan adanya struktur mirip propatagium pada masa purba.

Untuk mendukung teori ini, para peneliti juga mengidentifikasi sisa-sisa jaringan lunak dari bagian yang mungkin merupakan propatagium awal pada dua fosil maniraptoran: Caudipteryx seukuran kalkun dan microraptor bersayap empat.

Caudipteryx tidak bisa terbang, sementara microraptor masih dalam perdebatan soal kemampuan terbangnya. Namun, kedua dinosaurus ini jelas memiliki struktur yang nantinya diperlukan untuk penerbangan.

Lihat Juga :

Velociraptor adalah salah satu maniraptor yang mungkin tidak bisa terbang, tetapi penelitian lebih lanjut akan diperlukan untuk melihat apakah fosil mereka memiliki petunjuk tentang propatagium yang telah lama hilang.

Namun, berdasarkan hasil penelitian terbaru, para peneliti di University of Tokyo menduga propatagium mungkin terdapat pada nenek moyang dari semua maniraptor, sebuah garis keturunan yang terbentang sejak 150 juta tahun lalu.

(lom/lth)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK