Di dalam film horor, mumi mendapat citra sebagai makhluk menyeramkan. Di balik itu, proses mumifikasi sebenarnya punya proses yang rumit dan butuh keahlian tinggi.
Proses mumifikasi merupakan praktek yang umum dilakukan pada masyarakat kuno. Bukan hanya di Mesir, praktek ini juga ditemukan di masyarakat kuno di China, dan pra-peradaban Kolombia di Amerika Selatan seperti Inca.
Untuk melakukan mumifikasi, masyarakat pada zaman dahulu menggunakan beragam bahan. Melansir LiveScience, salah satu yang paling umum digunakan adalah resin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mumifikasi sendiri dilakukan dengan cara menghilangkan cairan pada jasad orang yang sudah meninggal. Selain itu, masyarakat kuno juga menggunakan resin atau semacam getah untuk mengeringkan daging dan organ tubuh.
Di luar proses buatan, mumifikasi bisa juga terjadi lewat proses alamiah. Hal itu mungkin terjadi saat jasad yang sudah meninggal terpapar oleh suhu dingin yang ekstrem dan kering.
Mumi alamiah tertua di Amerika Utara ditemukan Spirit Cave di luar wilayah Fallon, Nevada. Mumi itu terbungkus selimut Tule dan ditemukan di kuburan dangkal dan diawetkan oleh atmosfer kering dan udara gua yang dijernihkan.
Mumi itu lalu diberi penanggalan karbon dan diperkirakan berusia 10 ribu tahun. Pada mulanya, mumi itu diperkirakan berusia 1.500 dan 2000 tahun usai ditemukan pada 1940.
Tak hanya di Amerika Utara, mumi alamiah juga ada di Mesir yang diperkirakan berusia 5.500 tahun lalu. Mumi itu merupakan seorang wanita yang jasadnya terbungkus kain linen dan bulu.
Praktek mumifikasi pun disebut sudah dipraktekkan sekitar 7.000 tahun lalu oleh orang-orang Chinchorro, yang kini menjadi Chile dan Peru. Selama fase awalnya, sekitar 7.050 - 4.500 tahun yang lalu, mumi dicat dengan mangan hitam.
Kemudian, masyarakat Chinchorro menggantikan mangan hitam dengan oker merah usai praktek tersebut mati sejak tahun 2500 SM sampai Abad ke-1 SM.
Mengutip dari KBBI, mangan merupakan logam berwarna putih keabu-abuan, bersifat keras dan getas, mirip besi, tetapi tidak magnetis. Sementara oker adalah bahan pewarna dinding dan sebagainya yang dibuat dari barang tambang yang mengandung tahi besi dicampur dengan tanah liat dan pasir (warnanya berkisar antara kuning, jingga, dan cokelat).
Pada masyarakat Chinchorro, mereka yang menjadi mumi bukan hanya kalangan elite tetapi termasuk bayi, anak-anak, dewasa bahkan janin.
Meskipun praktek mumifikasi menjadi lebih canggih dari waktu ke waktu, proses dasarnya tetap sama.
Pertama, otak, jaringan lunak, dan organ pada jasad harus diangkat. Kedua, tubuh yang berongga kemudian dikeringkan dan dipasang kembali.
Kemudian, kulit jasad tersebut diisi dengan alang-alang, tanaman kering atau bahan nabati lainnya. Tongkat dimasukkan ke lengan dan kaki. Terakhir, topeng tanah liat dan seringkali rambut palsu ditempatkan di wajah mayat. Mumi yang sudah jadi kemudian dicat.
Proses yang kurang lebih sama juga dipraktekkan di Mesir dalam durasi berlangsung kira-kira 70 hari. Jasad yang ingin dijadikan mumi harus diambil organ-organnya.
Otak misalnya, harus diangkat dengan hati-hati lewat cara memasukkan alat khusus yang terhubung melalui lubang hidung. Itu adalah operasi yang rumit, yang dapat dengan mudah merusak wajah.
Dikutip dari Smithsonian, pendeta mumifikasi lalu mengambil kelembapan dari tubuh tersebut. Mereka melakukannya dengan menutup jasad menggunakan natron, tipe garam yang bagus untuk pengeringan.
Para pendeta itu menambahkan natron tambahan di dalam tubuh. Ketika tubuh itu kering, para pendeta mengambil garam yang ada di dalamnya.
Tubuh itu lalu dibersihkan. Hasilnya, tubuh calon mumi yang kering namun tetap dapat dikenali. Selanjutnya, untuk membuat mumi terlihat seperti masih hidup, area yang cekung pada tubuh diisi dengan linen dan material lain.
Para petugas juga menambahkan mata palsu di area wajah. Proses selanjutnya adalah pembungkusan yang memerlukan kain linen yang sangat panjang.
Kain linen dengan hati-hati dililitkan ke seluruh tubuh. Tak jarang, pendeta harus membungkus jari tangan dan kaki secara terpisah sebelum membungkus seluruh tangan dan kaki.
Untuk melindungi orang mati dari kecelakaan, jimat-jimat ditempatkan di antara bungkus dan doa serta kata-kata magis yang tertulis di beberapa kain linen.
Seringkali para pendeta meletakkan topeng wajah seseorang di antara lapisan perban kepala.
Pada beberapa tahap, cetakan dilapisi dengan resin hangat dan pembungkusan dilanjutkan sekali lagi. Terakhir, para pendeta membungkus kain atau kain kafan dan mengamankannya dengan kain linen.
(lth/arh)