Kepala BRIN Sebut Peralatan Riset Mahal, Sri Mulyani Beri Respons
Sri Mulyani, Menteri Keuangan sekaligus Wakil Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), memberi jawaban menohok terkait keluhan mahalnya peralatan riset.
Hal itu merespons pengakuan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko kepada Menkeu soal mahalnya alat-alat riset.
"Tadi Pak Handoko menyampaikan bahwa ada peralatan yang mahal. Tidak ada masalah mahal atau enggak mahal, butuhnya berapa, dan yang paling penting bisa digunakan oleh para peneliti, dan operasional dari penelitian," ucap Sri, yang akrab dipanggil Ani itu, di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Soekarno, Cibinong, Kabupaten Bogor, kemarin.
"Kita akan terus memantau kebutuhan dari mulai pembangunan lab dan peralatanya," sambung dia.
Sejauh ini, lanjut Ani, BRIN memiliki sejumlah sumber pendanaan. Pertama, alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 sebesar Rp6,669 triliun. Angka ini termasuk untuk kegiatan riset dan pembayaran gaji untuk para periset dan pegawai manajemen.
Untuk tahun depan, ia mengakui pagu indikatif BRIN menurun di angka Rp5,9 triliun.
Namun, Sri menyebut BRIN masih memiliki sumber dana kedua senilai sekitar setengah triliun Rupiah dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) jika membutuhkannya untuk pendanaan penelitian.
"Karena dari LPDP ada anggaran penelitian, yaitu dari dana abadi penelitian. Itu yang nanti digunakan untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan penelitian," katanya.
Ketiga, ada alokasi untuk infrastruktur riset BRIN dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp1,17 triliun pada 2022. Realisasi pada 2022 mencapai Rp957 miliar.
"Jadi masih ada sisa tahun 2022, yang kemudian diluncurkan di tahun 2023."
"Yang pagu awalnya Rp240 miliar menjadi Rp519 miliar. Sampai sekarang realisasinya baru Rp 20 miliar. Jadi masih ada lebih dari setengah triliun yang mesti diserap dalam enam bulan ke depan," urai Menkeu.
2024 libur infrastruktur
Berdasarkan keterangan BRIN, salah satu fokus lembaga adalah pembangunan infrastruktur riset di KST Soekarno. Pembangunan kawasan ini menggunakan pembiayaan setidaknya dari 12 SBSN.
"Kawasan ini sudah kita bangun sejak 2019, dan kalau sampai tahun ini, insyaallah ini memang sudah yang terakhir," kata Handoko, lokasi yang sama.
Hingga akhir tahun, dia mengungkap pembangunan infrastruktur riset akan menghabiskan dana sekitar Rp5 triliun. Untuk 2024, Handoko tidak dilanjutkan untuk pembangunan infrastruktur riset.
"Di 2024 kita akan 'liburkan' dulu untuk infrastruktur, karena kebijakan Pak Presiden tidak boleh ada yang carry over, padahal, kan, kita biasanya multi-years (dengan SBSN)," tukas dia.
Namun demikian, dia mengusulkan tambahan pembangunan lab infectious yang keperluannya mendesak meski pembiayaan dari SBSN tidak cukup hanya satu tahun.
(can/arh)