Fokus Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada pembangunan infrastruktur riset di 2023 berefek pada masalah harga alat yang harganya selangit. Wakil Ketua Dewan Pengarah BRIN Sri Mulyani pun buka suara.
Dikutip dari siaran pers BRIN, usai peresmian fasilitas riset Animalium, Cibinong, pekan lalu, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengusulkan tambahan pembangunan lab infectious yang keperluannya mendesak.
Meskipun, pembiayaan dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tidak cukup hanya satu tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tempat yang sama, Sri Mulyani, Menteri Keuangan sekaligus Wakil Ketua Dewan Pengarah BRIN, menyarankan prioritas alat riset yang terpenting buat peneliti.
"Tadi Pak Handoko menyampaikan bahwa ada peralatan yang mahal. Tidak ada masalah mahal atau enggak mahal, butuhnya berapa, dan yang paling penting bisa digunakan oleh para peneliti, dan operasional dari penelitian," ucap Sri, yang akrab dipanggil Ani itu, di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Soekarno, Cibinong, Kabupaten Bogor, pekan lalu.
"Kita akan terus memantau kebutuhan dari mulai pembangunan lab dan peralatannya," sambungnya.
Sejauh ini, kata Menkeu, BRIN memiliki sejumlah sumber pendanaan. Pertama, alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 sebesar Rp6,669 triliun. Angka ini termasuk untuk kegiatan riset dan pembayaran gaji untuk para periset dan pegawai manajemen.
Untuk tahun depan, ia mengakui pagu indikatif BRIN menurun di angka Rp5,9 triliun.
Namun, Sri Mulyani menyebut BRIN masih memiliki sumber dana kedua senilai sekitar setengah triliun Rupiah dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) jika membutuhkannya untuk pendanaan penelitian.
"Karena dari LPDP ada anggaran penelitian, yaitu dari dana abadi penelitian. Itu yang nanti digunakan untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan penelitian," katanya.
Ketiga, ada alokasi untuk infrastruktur riset BRIN dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp1,17 triliun pada 2022. Realisasi pada 2022 mencapai Rp957 miliar.
"Jadi masih ada sisa tahun 2022, yang kemudian diluncurkan di tahun 2023," ucapnya.
"Yang pagu awalnya Rp240 miliar menjadi Rp519 miliar. Sampai sekarang realisasinya baru Rp 20 miliar. Jadi masih ada lebih dari setengah triliun yang mesti diserap dalam enam bulan ke depan," urai Menkeu.
Diminta tanggapannya soal saran Menkeu itu, Laksana Tri Handoko mengungkap beberapa contoh fasilitas riset penting dengan harga selangit.
Di antaranya, Cryo-Electron Microscopy (Cryo-EM) untuk melihat struktur protein secara real-time dan fasilitas animal bio safety level 3 (BSL-3) untuk macaca -> untuk pengujian (obat, vaksin) uji pra-klinis fase 2.
"Harga persis setiap alat sangat banyak informasinya, karena itu merupakan satu sistem besar yang terdiri dari banyak sekali modul alat yang terpisah-pisah," kata dia, kepada CNNIndonesia.com, Jumat (7/7).
Berdasarkan penelusuran di berbagai situs ilmiah, harga kedua item itu memang tak tanggung-tanggung.
Cryo-EM, berdasarkan Science.org, dibanderol sekitar US$7 juta atau Rp106,19 miliar. Itu belum termasuk biaya operasional hariannya yang juga menyedot anggaran.
Sementara, pembangunan lab dengan tingkat keamanan level 3 (BSL-3), berdasarkan contoh pengadaan barang di salah satu lembaga pemerintah di AS, menyedot anggaran US$1,5 million atau sekitar Rp22,75 miliar.
Berdasarkan keterangan BRIN, salah satu fokus lembaga adalah pembangunan infrastruktur riset di KST Soekarno. Pembangunan kawasan ini menggunakan pembiayaan setidaknya dari 12 SBSN.
"Kawasan ini sudah kita bangun sejak 2019, dan kalau sampai tahun ini, Insyaallah ini memang sudah yang terakhir," kata Handoko, lokasi yang sama.
Hingga akhir tahun, dia mengungkap pembangunan infrastruktur riset akan menghabiskan dana sekitar Rp5 triliun. Untuk 2024, Handoko tidak dilanjutkan untuk pembangunan infrastruktur riset.
"Di 2024 kita akan 'liburkan' dulu untuk infrastruktur, karena kebijakan Pak Presiden tidak boleh ada yang carry over, padahal, kan, kita biasanya multi-years (dengan SBSN)," tandasnya.