Bunga Bank Tak Banyak Turun Meski Mengacu Reverse Repo 7 Hari

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Selasa, 02 Agu 2016 19:48 WIB
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah meragukan acuan reverse repo 7 hari akan menekan suku bunga pinjaman bank turun lebih cepat.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Halim Alamsyah, Nusa Dua, Bali, Senin (1/8). (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari).
Bali, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) telah menetapkan acuan baru instrumen kebijakan moneternya menjadi BI 7-Day Reverse Repo Rate (7DRR) dari sebelumnya menggunakan BI rate.

Kebijakan BI 7DRR rate ini merupakan bunga transaksi pembelian bersyarat surat utang negara (SUN) oleh bank kepada BI berjangka waktu tujuh hari dengan kewajiban penjualan kembali.

Sebelumnya, BI berpedoman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor 12 bulan sebagai acuan BI rate. Saat ini, BI rate masih berada pada level 6,5 persen, sementara BI-7DRR rate berada di level 5,25 persen atau setara dengan suku bunga operasi moneter tujuh hari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banyak yang memprediksi dengan acuan baru tersebut mampu menekan suku bunga dana maupun pinjaman bank turun lebih cepat. Pasalnya bunga BI-7DRR mencerminkan kondisi pasar uang antar bank (PUAB) yang sebenarnya.

Namun Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Halim Alamsyah memprediksi transmisi kebijakan moneter baru terhadap suku bunga bank masih harus membutuhkan waktu serta harus mempertimbangkan faktor ekonomi pendukung lainnya.

Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) itu menjelaskan secara umum kondisi likuiditas perbankan dalam kondisi yang baik, kendati secara industri pertumbuhan volume Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami perlambatan, khususnya di deposito.

Untungnya menurut Halim kondisi tersebut diimbangi oleh permintaan kredit yang masih lemah sehingga kondisi likuiditas bank tidak terlalu mengalami tekanan yang berarti.

Dengan kondisi tersebut, lanjutnya, membuat perbankan pasti berhati-hati dalam menyesuaiakan suku bunganya dalam rangka mengikuti acuan moneter BI-7DRR rate.

"Suku bunga masih bisa turun, namun saya rasa turunnya akan pelan dan terbatas karena itu semua masih tergantung situasi moneter dan ekonomi kita," ujar Halim kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/8).

Selama siklus pembiayaan masih berjalan lambat, lanjutnya, bank tidak akan berani memasang harga terlalu mahal. Dia berharap, perbankan masih bisa menjaga likuiditasnya dan rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) agar tidak mengalami kenaikan.

Karena hal ini juga menjadi salah satu pemicu utama perbankan untuk menurunkan suku bunga. Potensi penurunan suku bunga di tengah likuiditas perbankan yang buruk justru akan membuat perang suku bunga antarbank.

"Kalau kegiatan ekonominya sudah membaik, investasi jalan, kepercayaan masyarakat terutama investor sudah mulai membaik, baru lah siklus keuangan ikut membaik, biasanya begitu," terang Halim.

Adaptasi Acuan Anyar

Senada dengan Halim, Kepala Riset Woori Korindo Securities Rangga Cipta memprediksi pengaruh perubahan acuan moneter bank sentral ke sektor riil belum mampu dirasakan dalam waktu yang singkat. Pasalnya pasar masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan isntrumen anyar tersebut.

"Kita sudah hidup dengan BI rate semenjak 2005, jadi market akan lebih butuh waktu adjustment dari bank sentral. Walaupun sudah ada sosialisasi, tapi masih ada yang belum mau dan paham soal BI-7 Day Reverse Repo rate itu," jelasnya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER