KPR Tanpa DP, Pengembang Bakal Tanggung Risiko Lebih Besar

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Kamis, 05 Jul 2018 15:36 WIB
Pengembang menyebut akan menanggung risiko lebih besar jika penyaluran KPR berlaku tanpa uang muka atau DP nol rupiah.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengembang (developer) perumahan menyebut akan menanggung risiko lebih besar jika penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berlaku tanpa uang muka (Down Payment/DP). Soalnya, bank penyalur KPR tidak mau rasio kredit bermasalah (Nonperforming Loan/NPL) membengkak.

Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk Theresia Rustandi menuturkan developer akan menanggung risiko besar karena mayoritas bank mengatur skema pembelian kembali (buy back) dalam fasilitas kreditnya.

"Bank tidak mau NPL-nya naik, jadi mitigasinya selalu dilempar ke kami melalui perjanjian buy back. Tapi kami terkadang tidak punya pilihan karena ingin rumah yang dibangun bisa terjual," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (5/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan ketika buy back, developer akan berupaya semaksimal mungkin agar rumah tersebut bisa terjual lagi. Namun, itu tetap merugikan karena ada potensi laba yang tertunda dalam beberapa tahun. Maklum, cicilan KPR biasanya bertenor puluhan tahun.


"Itu tetap rugi sebenarnya karena makan waktu, KPR kan tidak sebentar. Padahal, di awal kami sudah bayar biaya untuk bangun hingga pajaknya lebih dulu," katanya.

Belum lagi, buy back yang dilakukan bukan untuk satu atau dua unit rumah. Ketika ekonomi sedang lesu, bisa saja sampai beberapa unit yang harus di-buy back.

Direktur PT Ciputra Development Tbk Tulus Santoso mengatakan memang kewajiban buy back ini menjadi risiko yang harus ditanggung pengembang.

Apalagi, ketika KPR tanpa DP diberlakukan. Sebab, pembeli bisa lebih mudah mundur saat tidak jadi melakukan pembelian. Maklum, tidak ada DP yang disetor artinya tidak ada uang yang hilang.


Sedangkan kalau sudah membayar DP, meski risiko buy back tetap ada di pengembang, namun ada uang kompensasi. 

"Buy back terkait dengan balik nama Hak Guna Bangunan (HGB) ke atas nama pembeli, mau DP nol persen atau 15 persen sama saja sebelum HGB jadi atas nama pembeli ada risiko buy back bagi kami," imbuh dia.

Pengamat properti sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menilai memang risiko pada akhirnya tetap harus ditanggung developer karena biasanya bank tidak mau tahu.

Sayangnya, tidak semua developer bisa menanggung risiko itu, khususnya developer kecil yang modal dan pangsa pasarnya masih terbatas.


"Selain itu, dengan DP yang diturunkan bisa saja bank membuat aturan yang lebih ketat, misalnya meminta corporate guarantee (jaminan atas kredit dari bank)," terang Ali.

Untuk itu, agar semua pihak bisa sama-sama menyukseskan relaksasi dari BI, diperlukan aturan tambahan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Misalnya membuat standar bunga KPR.

Tujuannya, agar bunga KPR tidak 'terbang' terlalu tinggi, sehingga dapat menstimulus nasabah agar tidak gagal bayar. Dengan demikian, semua pihak bisa meminimalisir risikonya.

Sebelumnya, BI telah membebaskan rasio pinjaman terhadap nilai agunan (Loan to Value) sektor perumahan, sehingga uang muka KPR bisa diturunkan, bahkan hingga tanpa DP bagi pembeli pertama (first time buyer). Tapi, bagi pembelian rumah kedua, ketiga, dan seterusnya tetap dikenakan uang muka.


Lalu, bank sentral nasional juga memperbolehkan pembiayaan inden ketika rumah baru akan dibangun. Aturan itu akan berlaku mulai 1 Agustus mendatang. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER