Jakarta, CNN Indonesia -- Biro hukum Polri memperlihatkan sebuah rekaman video proses penangkapan penyidik aktif Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan di sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (5/6). Rekaman ini diperlihatkan untuk memperkuat bahwa proses penangkapan terhadap Novel dilakukan sesuai prosedur dan tidak melanggar hukum.
"Sebelum ahli diperiksa keterangannya. Mohon ijin diputarkan CD karena ini berkaitan dengan keterangam ahli nanti," ujar salah satu anggota biro hukum Polri, Joel Baner Tundan di persidangan.
Permintaan tersebut dikabulkan oleh hakim praperadilan. Akan tetapi sebelum rekaman diputar, kuasa hukum Novel mengajukan interupsi untuk mempertanyakan soal video tersebut.
(Baca juga: Samad Akui Tak Ada Surat Resmi Penghentian Kasus Novel)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelum diputar, kami ingin menanyakan proses pengambilan gambar. Kapan, di mana, bagaimana, oleh siapa dan apakah sudah ada ijin untuk pengambilan gambar tersebut," ujar Asfinawati kepada hakim.
Hakim kemudian meminta kuasa hukum Novel untuk menunggu sampai rekaman selesai diputar.
Saat pemutaran rekaman video, Joel menjelaskan peristiwa yang terjadi. "Ini proses penangkapan pada 1 Mei 2015 pukul 00.00 WIB. Ada pemohon dan penyidik. Petugas kepolisian memperlihatkan surat perintah penangkapan, disaksikan oleh pak RT," ujar Joel.
(Baca juga: Novel: Jawaban Polri Bukti Kepanikan)
Selain rekaman video penangkapan di kediaman Novel, biro hukum Polri juga memperlihatkan rekaman video saat berada di kediaman Ketua Rukun Tetangga. "Ini di kediaman Ketua RT di mana petugas memperlihatkan surat perintah penangkapan," ujar Joel.
Sidang praperadilan Novel melawan Bareskrim Polri memasuki hari kelima. Sidang dibuka pukul 10.10 WIB dan dipimpin oleh hakim tunggal Zuhairi.
Sidang hari ini beragendakan pemeriksaan saksi dari pihak Polri selaku termohon. Biro hukum Polri menghadirkan delapan saksi yang terdiri dari satu ahli dan tujuh saksi fakta.
Ahli yang dibawa oleh biro hukum Polri adalah pakar hukum pidana Chairul Huda. Sementara tujuh saksi fakta di antaranya adalah Irwansyah Siregar selaku korban, Yuliswan pengacara Irwansyah, Doni Juniansyah polisi Polres Bengkulu, Rahmat, Lutfianto, Suradi (penyidik Bareskrim Polri yang melakukan penangkapan atas Novel Baswedan dan Purwantoro (penyidik Bareskrim).
Novel melalui kuasa hukumnya mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 4 Mei 2015. Dalam materi permohonan praperadilan, Novel mempersoalkan tentang proses penangkapan dan penahanan oleh penyidik Bareskrim yang dianggap tidak sesuai prosedur.
(Baca juga: Polisi Nilai Semua Bukti Piagam Novel Tak Istimewa)Ketidaksesuaian prosedur penangkapan dan penahanan yang dimaksud Novel adalah perihal isi surat penangkapan yang tidak disertai alasan dan tempat dilakukan pemeriksaan usai penangkapan. Selain itu, penyidik juga tidak menyerahkan surat penangkapan kepada keluarga Novel ketika yang bersangkutan telah ditangkap. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 Ayat 1 dan 3 KUHAP.
Novel juga menganggap status surat penangkapan dirinya adalah kedaluwarsa karena telah melewati batas waktu 1x24 jam, menurut Pasal 19 Ayat 1 KUHAP. Surat penangkapan Novel diketahui dibuat pada 24 April 2015, sementara proses penangkapan dilakukan pada 1 Mei 2015.
Bareskrim Polri menetapkan Novel sebagai tersangka atas kasus penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet hingga tewas pada 2004. Saat itu Novel menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Bengkulu.
Penetapan tersangka Novel dilakukan pada 2012 ketika dia menjadi penyidik utama kasus korupsi yang menjerat mantan Kepala Korps Lalu Lintas Irjen Djoko Susilo. Banyak pihak menilai mencuatnya perkara Novel adalah sebagai serangan balik polisi kepada lembaga antirasuah yang menetapkan Djoko sebagai tersangka. Polisi saat itu bahkan sempat menggeruduk gedung KPK untuk menangkap Novel.
Namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian memerintahkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk menghentikan kasus tersebut demi meredakan ketegangan antara kedua institusi penegak hukum.
(sip)