Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi non-aktif, Abraham Samad, mengakui penghentian kasus penyidik aktif lembaga antirasuah Novel Baswedan oleh Kepala Kepolisian RI tanpa disertai dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) resmi.
"Memang belum ada SP3 dan itu yang menjadi persoalan," ujar Abraham usai menjadi saksi dalam sidang praperadilan Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/6).
Abraham mengungkapkan penghentian kasus Novel jelas diutarakan oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono melalui pidato resmi pada 2012.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu, SBY memanggil pimpinan KPK yang diwakili oleh Abraham Samad dan pimpinan Polri yaitu Jenderal Timur Pradopo untuk meredakan ketegangan antara KPK dan Polri.
Kemudian ketika Jenderal Timur Pradopo digantikan oleh Jenderal Sutarman, Abraham mengaku kembali mempertanyakan status perkara Novel.
Hal ini dilakukan menyusul rencana dari 27 petugas Polri yang mengajukan pensiun dini dan ingin menjadi pegawai tetap KPK, termasuk Novel.
"Saya menanyakan langsung kepada Sutarman bagaimana posisi dan status Novel. Lalu Sutarman mengatakan bahwa putusan lalu itu merupakan putusan institusi bukan pribadi sehingga perkara Novel dinyatakan sudah selesai dan permintaan pensiun dini pun dikabulkan melalui SK (Surat Keputusan)," ujar Abraham.
Menanggapi hal tersebut, Abraham berpendapat, seharusnya perkara Novel sudah benar-benar selesai. Namun, dia juga sedikit menyayangkan ketiadaan hitam di atas putih atas pernyataan Kapolri saat itu yang akhirnya menjadikan kasus Novel kini diungkap kembali.
Novel ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas kasus penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet hingga tewas pada 2004. Saat itu Novel menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Bengkulu.
Penetapan tersangka Novel dilakukan pada 2012 ketika dia menjadi penyidik utama kasus korupsi yang menjerat mantan Kepala Korps Lalu Lintas Irjen Djoko Susilo.
Banyak pihak menilai mencuatnya perkara Novel adalah sebagai serangan balik polisi kepada lembaga antirasuah yang menetapkan Djoko sebagai tersangka. Polisi saat itu bahkan sempat menggeruduk gedung KPK untuk menangkap Novel.
Namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian memerintahkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk menghentikan kasus tersebut demi meredakan ketegangan antara kedua institusi penegak hukum.
Pada Januari 2015, Bareskrim Polri kembali menggelar penyidikan perkara Novel. Penyidikan dilakukan karena ada desakan dari keluarga korban yang khawatir akan kasus Novel yang sebentar lagi kedaluwarsa.
Penyidik Bareskrim pun melakukan pemanggilan terhadap Novel sebanyak dua kali yaitu pada 17 dan 20 Februari, akan tetapi yang bersangkutan tidak hadir. Pada 1 Mei penyidik akhirnya melakukan penjemputan paksa kepada Novel di kediamannya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
(meg)