Jakarta, CNN Indonesia -- Pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah menyiapkan tujuh saksi yang akan memberikan keterangan dalam praperadilan penyidik aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Bawedan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (5/6).
"Ada tujuh orang saksi. Ahli pidana satu orang, satu saja cukup. Lalu, saksi fakta enam akan kami persiapkan," ujar salah satu anggota biro hukum Polri, Joel Baner Tundan, Jumat.
Joel belum dapat mengungkap identitas dari ketujuh saksi tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa semua saksi yang dihadirkan nanti akan memperkuat pernyataan kubunya tentang proses penangkapan dan penahanan Novel yang sesuai prosedur.
(Baca Juga: Abraham Samad Jelaskan Sebab Novel Tak Penuhi Panggilan Polri)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, pihak Novel telah menghadirkan enam orang saksi yang terdiri dari tiga saksi fakta dan tiga ahli dalam persidangan Kamis (4/6) kemarin. Keenam saksi tersebut di antaranya adalah Ketua KPK non-aktif Abraham Samad, kakak kandung Novel yaitu Taufik Baswedan, Ketua Rukun Tetangga kediaman Novel yaitu Wisnubroto, pakar etika hukum Franz Magnis Suseno, pakar pidana Universitas Brawijaya Fahrizal Aziz dan pakar hak asasi manusia Rafendy Djamin.
(Lihat Juga: Novel: Jawaban Polri Bukti Kepanikan)Dari keenam saksi yang dihadirkan Novel tersebut, biro hukum Polri berpendapat semua pernyataan saksi KPK justru memperkuat kubunya.
"Sudah jelas dan keliatan apa yang dilakukan penyidik itu sesuai prosedur. Tidak ada yang melanggar. Menangkapnya juga dilengkapi dengan surat penangkapan," ujar Joel.
(Lihat Juga: Polri Klaim Novel Gunakan Pasal Keliru di Praperadilan)Sidang praperadilan Novel melawan Bareskrim Polri memasuki hari kelima. Sidang Jumat ini dijadwalkan berlangsung pukul 9.00 WIB dan dipimpin oleh hakim tunggal Zuhairi.
Novel melalui kuasa hukumnya mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 4 Mei 2015. Dalam materi permohonan praperadilan, Novel mempersoalkan tentang proses penangkapan dan penahanan oleh penyidik Bareskrim yang dianggap tidak sesuai prosedur.
Ketidaksesuaian prosedur penangkapan dan penahanan yang dimaksud Novel adalah perihal isi surat penangkapan yang tidak disertai alasan dan tempat dilakukan pemeriksaan usai penangkapan. Selain itu, penyidik juga tidak menyerahkan surat penangkapan kepada keluarga Novel ketika yang bersangkutan telah ditangkap. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 Ayat 1 dan 3 KUHAP.
Novel juga menganggap status surat penangkapan dirinya adalah kedaluwarsa karena telah melewati batas waktu 1x24 jam sesuai Pasal 19 Ayat 1 KUHAP. Surat penangkapan Novel diketahui dibuat pada 24 April 2015, sementara proses penangkapan dilakukan pada 1 Mei 2015.
Sementara itu, Bareskrim Polri menetapkan Novel sebagai tersangka atas kasus penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet hingga tewas pada 2004. Saat itu Novel menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Bengkulu.
Penetapan tersangka Novel dilakukan pada 2012 ketika dia menjadi penyidik utama kasus korupsi yang menjerat mantan Kepala Korps Lalu Lintas Irjen Djoko Susilo.
Banyak pihak menilai mencuatnya perkara Novel adalah sebagai serangan balik polisi kepada lembaga antirasuah yang menetapkan Djoko sebagai tersangka. Polisi saat itu bahkan sempat menggeruduk gedung KPK untuk menangkap Novel.
Namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian memerintahkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk menghentikan kasus tersebut demi meredakan ketegangan antara kedua institusi penegak hukum.
(utd)