Kuota BBM Bersubsidi 46 Juta Kiloliter, Angga

CNN Indonesia
Selasa, 16 Sep 2014 16:47 WIB
Pengurangan satu juta kiloliter kuota BBM bersubsidi sama dengan penghematan Rp 5 triliun sampai Rp 6 triliun
detikcom
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemangkasan kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi dari 48 juta kiloliter menjadi 46-47 juta kiloliter dalam RAPBN 2015 mampu menghemat subsidi sebesar Rp 12 triliun. Hal tersebut disampaikan Askolani, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan di sela rapat kerja dengan Komisi XI DPR.

"Pengurangan satu juta kiloliter itu sama dengan penghematan subsidi Rp 5 triliun sampai Rp 6 triliun," ujar Askolani, Selasa (16/9). Artinya dengan penurunan kuota BBM subsidi sebanyak 2 juta kilo liter, maka anggaran bisa dihemat sekitar Rp 10 triliun sampai Rp 12 triliun.

Kepastian berapa jumlah anggaran yang bisa dihemat bergantung komposisi jenis BBM yang akan dikurangi kuotanya. Menurut Askolani, apabila solar yang lebih banyak dikurangi, maka potensi penghematannya bisa lebih besar. Perhitungan alokasi anggaran subsidi masih akan dibahas lebih lanjut dengan Panitia Kerja Belanja Negara bersama DPR. Selain itu juga masih menunggu rekomendasi Komisi VII mengenai alokasi subsidi listrik. "Subsidi listrik memang tidak sebesar subsidi BBM, tapi tetap ada dampak ke besaran subsidi BBM," terangnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Askolani menambahkan pemerintah juga masih menjadikan deviasi asumsi nilai tukar dan harga minyak sebagai parameter pertimbangan kenaikan harga BBM bersubsidi pada RAPBN 2015. "Jadi tidak perlu membuat Perpu atau mengajukan RAPBNP lagi ke DPR. Namun semua bergantung kesepakatan lanjutan dengan DPR," tandasnya.

Sebelumnya pemerintah mengajukan anggaran subsidi BBM sebesar Rp 291,1 triliun di RAPBN 2015, dengan asumsi kuota BBM bersubsidi sebanyak 48 juta kilo liter. Namun, dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR pada Senin (15/6) disepakati kuota BBM bersubsidi dikurangi menjadi 46 juta kilo liter.

Naikkan Harga BBM
Vaninder Singh, ekonom The Royal Bank of Scotland (RBS) untuk Asia Tenggara mengatakan pemerintahan baru Joko Widodo dan Jusuf Kalla harus segera memutuskan kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal tersebut menurutnya akan membantu pelaku industri dan masyarakat dalam mengatur pengeluaran mereka. "Desember adalah waktu yang tepat untuk menaikan harga BBM. Setelah sebelumnya pemerintah menentukan apakah dana subsidi yang dihemat akan diberikan secara langsung kepada masyarakat yang membutuhkan atau akan diberikan dalam bentuk lain," ujar Singh.

Berdasarkan penghitungan RBS, inflasi 2015 akibat kenaikan harga BBM masih berada dalam kisaran normal yaitu 0,5 hingga satu persen. "Inflasi tahun ini diprediksi akan berada di kisaran 5,8 persen dan hanya akan meningkat jika harga BBM dinaikkan," kata Singh.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER