Demi Target, Pemerintah Gelap Mata Naikkan Cukai Rokok

CNN Indonesia
Rabu, 24 Sep 2014 14:27 WIB
Pemerintah tetapkan tarif cukai rokok naik 10 persen, namun produsen hanya mampu menahan beban kenaikan maksimal 5 persen.
Produksi rokok putih tahun ini diperkirakan stagnan akibat kebijakan pemerintah yang dinilai menghambat pertumbuhan industri rokok. (Foto: Rachman Haryanto/detikFoto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penjualan pita cukai hasil tembakau merupakan salah satu andalan penerimaan pemerintah untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bahkan dalam APBN 2015, pemerintah dan Badan Anggaran DPR telah sepakat untuk memungut cukai dari perusahaan rokok sebesar Rp 126,74 triliun, naik 5,88 persen dibandingkan target penerimaan cukai dalam APBN 2014 sebesar Rp 119,7 triliun.

Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie menilai pemerintah telah gelap mata dan melakukan segala cara untuk dapat mencapai target pendapatan tahun depan. Moeftie kembali mengingatkan bahwa pemerintah pusat telah merestui penerapan pajak rokok daerah sebesar 10 persen dari cukai mulai Januari 2014. "Kalau tahun depan dikenakan lagi kenaikan cukai 10 persen, buat kami lumayan berat. Karena meskipun 2014 ini tidak ada kenaikan cukai, tapi sudah ada pajak daerah tadi," kata Moeftie, Rabu (24/9).

Selain itu terhitung mulai 24 Juni 2014, pemerintah telah mewajibkan seluruh perusahaan rokok untuk mencantumkan gambar seram pada kemasan rokok yang dijualnya. Hal tersebut merupakan amanah Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. "Ada upaya dari pemerintah untuk menghambat pertumbuhan industri ini dengan menakuti masyarakat. Dengan gambar-gambar ini saja, tentu akan berkurang jumlah perokok," kata Moeftie.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akibat pengenaan pajak daerah dan kewajiban mencantumkan gambar seram tersebut Moeftie memperkirakan produksi rokok putih sepanjang 2014 akan stagnan. "Rata-rata produksi rokok putih itu sekitar 5,5 persen dari total produksi dan diperkirakan akan stagnan. Sementara estimasi pemerintah, tahun ini total produksi mencapai 360 miliar," ujar Moeftie.

Dia mengaku dapat memahami upaya pemerintah untuk mendanai APBN dengan menaikkan tarif cukai rokok. Namun Moeftie meminta kenaikannya tidak sampai 10 persen seperti yang direncanakan. "Kami akan usulkan kenaikannya 5 persen saja, tetapi ini berlaku rata untuk semua jenis rokok. Jangan naik rata-rata 5 persen dan berbeda penerapannya di setiap perusahaan," katanya.

Moeftie menghitung dengan kenaikan 5 persen tersebut, maka semua pihak dapat memenuhi targetnya masing-masing. "Target pendapatan negara dari cukai bisa tercapai, tetapi produksi kami juga masih bisa tumbuh sekitar 3 sampai 5 persen. Kalau produksi meningkat, otomatis pendapatan dari cukai juga naik," ujarnya.

Sebelumnya Susiwijoyo Mugiharso, Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Kementerian Keuangan bersikukuh tarif cukai rokok naik minimal 10 persen. Menurutnya, kenaikan cukai tersebut akan membantu instansinya memenuhi target penerimaan cukai yang telah diamanatkan oleh APBN. "Sampai Agustus 2014, penerimaan negara dari cukai baru sebesar Rp 63,7 triliun atau 63,2 persen dari target Rp 119,7 triliun. Target ini terlalu tinggi, sementara tahun ini kami tidak boleh menaikan tarif cukai rokok. Untuk tahun depan saya ngotot tarif cukai rokok naik minimal 10 persen, kalau target penerimaannya dinaikkan lagi," kata Susiwijoyo.

Derajat Kusumanegara, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) keberatan dengan rencana sepihak dari pemerintah. Menurutnya,kenaikan cukai tinggi akan memukul petani dan tenaga kerja industri hasil tembakau. "Kalau mau naik moderat saja, sesuai inflasi," katanya. Menurut Derajat, selama ini pelaku industri tembakau terkena pajak berlapis, mulai dari cukai, pajak rokok daerah dan pajak pertambahan nilai.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER