Jakarta, CNN Indonesia -- Pembatasan peredaran minuman beralkohol golongan A membuat target penerimaan negara dari cukai semakin sulit tercapai. Sebab berdasarkan catatan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, sebanyak 65-70 persen penerimaan cukai minuman beralkohol disumbang oleh minuman beralkohol golongan A.
Susiwijoyo Mugiharso, Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai menjelaskan kontribusi cukai minuman beralkohol golongan A sangat signifikan terhadap total penerimaan cukai minuman beralkohol. Tahun ini pemerintah menargetkan penerimaan cukai minuman beralkohol sebesar Rp 5,9 triliun atau naik 64 persen dari target tahun lalu Rp 3,6 triliun.
"Untuk itu kami menaikkan cukai minuman beralkohol sekitar Rp 2.000 sampai Rp 9.000 per liter per 1 Januari 2014, tergantung golongan" kata Susiwijoyo kepada CNN Indonesia, Jumat (3/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kenaikan cukai minuman beralkohol dilakukan setiap dua tahun sekali setelah mendengarkan masukan dari asosiasi produsen dan distributor minuman beralkohol. Untuk tahun ini, cukai minuman beralkohol produksi dalam negeri rata-rata naik sekitar Rp 11,6 persen, sedangkan produk impor naik hingga 16 persen.
"Karenanya pembatasan distribusi minuman beralkohol pasti ada dampaknya bagi produsen dan penerimaan cukai," ujarnya.
Namun Susiwolijoyo menegaskan bahwa cukai bukan sekedar penerimaan, tetapi lebih merupakan instrumen pengendalian konsumsi. Karenanya tidak masalah jika target penerimaan cukai minuman beralkohol tidak tercapai selama alasannya baik.
"Realisasi cukai mungkin sedikit di bawah 100 persen, tapi produsen dan distributor selalu mengeluh kalau kebijakan pengendalian sangat berdampak terhadap bisnis mereka," kata Susiwijoyo.
Kendati demikian, dia mendukung kebijakan Kementerian Perdagangan untuk mengendalikan peredaran minuman beralkohol. "Tapi harus dipastikan juga kebutuhan di tempat-tempat tertentu, seperti hotel dan tempat wisata dapat terpenuhi," katanya.