Bank Dunia Perkirakan Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 5,2 Persen

CNN Indonesia
Senin, 06 Okt 2014 13:06 WIB
Perlambatan ekonomi Indonesia akibat penurunan harga komoditas, belanja pemerintah yang rendah, serta ekspansi kredit yang lambat.
Ekonom Bank Dunia Ndiame Diop menilai investasi kedepan melandai terkait sentimen politik (CNN Indonesia/Agust Supriadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia memperkirakan Indonesia bersama negara-negara berkembang  lain di Asia Timur dan Pasifik akan mengalami perlambatan ekonomi pada tahun ini. Ekonomi Indonesia diperkirakan hanya tumbuh 5,2 persen, sedangkan ekonomi kawasan Asia dan Pasifik tumbuh 6,9 persen.

Sudhir Shetty, Ekonom Bank Dunia untuk Asia mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini turun dibandingkan 5,8 persen pada 2013 dan 6,3 persen pada 2012. Perlambatan ekonomi tersebut akibat penurunan harga komoditas, belanja pemerintah yang rendah, dan melambatnya pertumbuhan kredit. "Konsumsi pemerintah hanya tumbuh 1,1 persen pada semester I 2014, mencerminkan penurunan penerimaan dan eksekusi belanja," kata Shetty melalui teleconfrence dari Singapura, Senin (6/10).

Ndiame Diop, Pemimpin Ekonomi Bank Dunia untuk Indonesia menyoroti dampak negatif yang timbul dari ketidakharmonisan hubungan pemerintahan mendatang dengan parlemen terhadap iklim investasi di Indonesia. Investor khawatir konflik itu dapat menimbulkan ketidakpastian kebijakan ekonomi mendatang, ketidakstabilan kondisi politik dan keamanan di Indonesia. "Sedangkan perlambatan ekspansi kredit merupakan dampak dari kebijakan likuditas ketat oleh otoritas moneter sebagai respon terhadap kondisk eksternal," kata Diop.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat pada 2015 menjadi 5,6 persen. Hal ini sejalan dengan keyakinan akan meningkatnya investasi dan permintaan global.

BBM Sumbang Inflasi
Sementara Alex Sienart, Ekonom Bank Dunia memperkirakan laju inflasi Indonesia pada tahun ini sekitar 4,4 persen. Namun angka tersebut belum memperhitungkan potensi tambahan inflasi yang timbul dari menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. "Setiap kenaikan harga BBM sebesar 10 persen akan berdampak pada 1 persen tambahan inflasi," ujar Sienart.

Menurutnya, setiap kebijakan menaikkan harga BBM hanya akan menimbulkan kejutan inflasi secara sementara. Dampaknya akan terasa pada lonjakan harga selama 12 bulan dan diyakini kembali stabil setelahnya. Menurunnya daya beli jika harga BBM naik dapat diminimalkan dengan memberikan dana kompensasi bagi masyarakat miskin. Kompensasi tersebut disarankan jangan hanya dengan mengucurkan bantuan tunai, tetapi dikombinasikan dengan program perlindungan sosial lainnya. "Cukup atau tidak bantuan tunai itu tergantung berapa besar alokasi anggarannya," kata Diop.

Namun dia memastikan dalam jangka panjang kebijakan pengurangan subsidi akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Kebijakan ini akan memberikan sinyal baik kepada investor yang menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal. "Ini positif karena hasilnya bisa direalokasi untuk belanja infrastruktur dan kegiatan produktif lainnya," ujar dia.

Bank Dunia mencatat total belanja infrastruktur di Indonesia, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat, daerah, swasta dan badan udaha milik negara saat ini baru 3-4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Porsi tersebut masih jauh dibandingkan dengan Tiongkok yang rata-rata per tahun menghabiskan angggaran 10,5 persen dari PDB untuk pembangunan infrastruktur.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER