Jakarta, CNN Indonesia -- Beragam cara dilakukan para pekerja untuk dapat menyiasati kemacetan di Jakarta. Pilihan untuk mengemudikan mobil pribadi telah ditinggalkan karena dinilai hanya akan menambah stres akibat terjebak dalam kemacetan tersebut.
Salah seorang pekerja di Jakarta, Ditta (34) mengaku lebih memilih menggunakan taksi ketimbang membawa mobil pribadi. Karyawan bank pemerintah itu mengaku rela menghabiskan Rp 4 juta per bulan untuk membayar taksi. "Saya naik taksi sejak pulang dari Singapura pada 2010. Jakarta itu macet, cari parkir susah dan mahal jadi lebih baik naik taksi, tinggal duduk dan bisa beristirahat," kata Ditta, Senin (6/10).
Sejak 2010 sampai 2013, Ditta bekerja di salah satu perusahaan asing yang memberikan tunjangan transportasi berupa voucher taksi Blue Bird yang bisa ditagihkan ke kartu kredit dan dibayarkan setiap akhir bulan oleh perusahaan. "Selama dibayar kantor pakai voucher Blue Bird ya pakai taksi itu, tapi sekarang sejak pindah kerja harus pilih taksi lain yang lebih murah dengan kualitas bagus seperti Taxiku, Express, atau Gamya," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ditta pelayanan sejumlah operator taksi kian bersaing. Bahkan ada beberapa taksi yang dianggap jauh lebih murah tarifnya dibandingkan Blue Bird, namun memberikan layanan seperti televisi dan pembayaran non cash. Jika Blue Bird mematok harga Rp 7.000 setiap buka pintu, jenis taksi lain seperti Express dan Taxiku hanya mengenakan Rp 6.000 di awal, tarif per kilometernya juga lebih murah. "Tapi saya tetap pilih taksi yang aman, nggak cukup sekadar bagus," ujar dia.
Jika dibandingkan dengan membawa mobil pribadi, Ditta menilai biayanya akan sama saja dengan menggunakan taksi. Sebab, tarif parkir mahal, biaya perawatan mobil, asuransi, ditambah lagi dengan lelah mengendarai mobil di tengah kemacetan, harganya menjadi lebih mahal secara psikologis.
Pilih KRL
Berbeda dengan Ditta, seorang karyawan swasta bernama Ida lebih memilih Kereta Api Commuter Line dan Trans Jakarta untuk transportasi sehari-hari. Ida beralasan, kediamannya yang sangat jauh dari kantor tidak memungkinkan dirinya untuk setiap hari naik taksi. "Naik Commuter Line lebih cepat, dari Depok hanya 45 menit sampai ke kantor. Sementara kalau naik taksi berangkat jam 7 pagi bisa dua jam di jalan tol karena macet," kata Ida.
Ida rela meskipun harus berdesak-desakan di Commuter Line, Sebab, jika ia telat masuk kantor maka gajinya akan dipotong. "Kalaupun di taksi nyaman tapi di hati dongkol, sama juga bohong," tuturnya.