Jakarta, CNN Indonesia -- Indeks saham dan nilai tukar Rupiah diprediksi akan kembali menguat pasca-pelantikan Presiden Terpilih Joko Widodo dan terbentuknya kabinet baru. Kepala Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ikhsan meyakini Rupiah akan terapresisi ke kisaran Rp 11.700 per dolar AS, sedangkan IHSG akan naik menembus level 5.300.
"Jadi betul-betul kuncinya adalah politik dalam negeri," ujarnya di Mall Bellagio Kuningan, Sabtu (11/10).
Menurutnya, pasar sempat terguncang setelah disahkannya UU Pilkada dan terpilihnya paket pimpinan DPR dari Koalisi Merah Putih (KMP). Pelaku pasar, khususnya investor luar negeri, sempat khawatir program kerja Pemerintahan Jokowi-JK untuk lima tahun mendatang akan terjegal di parlemenen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kesalahan investor global adalah menyamakan Jokowi dengan (Perdana Menteri) Narendra Modi di India, yang partainya menguasai mayoritas kursi di DPR," jelasnya.
Fauzi melihat akan ada sejumlah momentum politik di Tanah Air yang akan berpengaruh signifikan terhadap kondisi pasar. Pertama, mulus atau tidaknya pelantikan Presiden terpilih Joko Widodo pada 20 Oktober 2014 dan terbentuknya kabinet baru yang mengakomodasi politisi dari KMP.
"Investor itu pragmatis dan mereka siap porsi profesional dikurangi untuk mengakomodasi politisi. Karena apa gunanya punya banyak profesional kalau kebijakannya dijegal terus di DPR," katanya.
Terakhir, lanjut fauzi, seberapa berani Pemerintahan Jokowi-JK untuk menaikin harga BBM bersubsidi pada November 2014 demi menyelamatkan APBN. Investor berharap kenaikan harga BBM berasubsidi cukup tajam agar signifikan penghematan anggaran yang bisa digunakan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur dan program-program pengentasan kemiskinan.
"Kalau semuanya mulus, Rupiah bisa kembali menguat ke arah Rp 11.700 di akhir tahun 2014 dan IHSG rebound kembali ke arah 5.300," tuturnya.
Arif Budimanta, Tim Ekonomi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menilai anjloknya IHSG dan Rupiah belakangan ini lebih disebabkan oleh permasalahan fundamental ekonomi nasional dan sentimen global. Hal ini tercermin dari defisit neraca perdagangan yang semakin besar akibat penurunan harga komoditas dan pelemahan ekspor.
"Untuk itu yang penting untuk dilakukan ke depannya adalah perbaiki struktur ekononomi dan daya saing Indonesia," ujarnya.