KONSOLIDASI PERBANKAN

Bank BNI Mandiri Disarankan Beli BTN

CNN Indonesia
Senin, 13 Okt 2014 14:14 WIB
Ketua Perbanas Sigit Pramono meminta pemerintahan baru dan DPR yang baru mempunyai semangat yang sama untuk menciptakan bank skala besar di Indonesia dan ASEAN.
Kantor Pusat Bank Mandiri di Jakarta (CNNIndonesia/Fathiyah Dahrul)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kosolidasi bank di Indonesia menjadi tugas penting pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang baru juga diminta untuk berkomitmen mendorong lahirnya bank besar di Indonesia yang dapat bersaingan di kancah ASEAN.

Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan sulitnya mengonsolidasikan bank di Indonesia bukan hanya karena kepentingan karyawan dan manajemen bank, tapi soal kepentingan politik. "Perlu dibuat cetak biru perbankan nasional yang dirancang oleh semua stake holder, baik dari pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun DPR," kata Sigit kepada CNN Indonesia, Senin (13/10).

Momentum pemerintahan baru dan anggota DPR baru harus digunakan untuk melakukan konsolidasi bank secara agresif. Sehingga, bergulirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 202 akan membuat Indonesia menjadi lebih siap dalam menghadapi persaingan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dia, konsolidasi bank harus dimulai dari bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI) disarankan bergabung (merger) untuk kemudian membentuk entitas baru bernama Bank BNI Mandiri. Setelah itu, bank hasil merger tersebut dapat mengakuisisi Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai anak usahanya. "Sehingga BTN tidak hilang dan modalnya bisa diperkuat oleh induk usaha BNI Mandiri," kata dia.

Kegagalan Bank Mandiri yang sempat direncanakan mengakuisis BTN, kata dia, karena tidak adanya cetak biru perbankan nasional. Jika pemerintah dan regulator duduk bersama, mestinya tidak terjadi penolakan yang justru timbul dari kalangan pemerintahan itu sendiri.
"Delapan tahun yang lalu waktu saya jadi Dirut BNI sempat direncanakan juga agar BTN diakuisisi BNI, tapi ditolak, sampai sekarang Bank Mandiri juga ditolak lagi," kata Sigit yang saat ini masih menjadi Komisaris Bank Central Asia (BCA).

Padahal, menurut Sigit, jika BTN diakuisisi bank yang lebih besar, maka pendanaan BTN menjadi lebih murah dan kredit perumahan juga lebih rendah. Sebaliknya, jika BTN dibiarkan berjalan sendiri seperti saat ini, pada waktunya BTN akan tidak bersaing dalam menyalurkan kredit perumahan karena tingginya suku bunga dan kesulitan permodalan.

Konsolidasi di tubuh Bank BUMN, kata dia, cukup pada tiga bank yakni Bank Mandiri, BNI, dan BTN. Sedangkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) disarankan untuk menjadi bank fokus yang mampu mendorong kegiatan usaha kecil dan pertanian. Selain itu, pemerintah juga didorong untuk membuat bank pembangunan bermodal Rp 100 triliun agar bisa mendanai infrastruktur hingga Rp 800 triliun.

Kebutuhan menjadikan Bank BUMN sebagai bank terbesar di Indonesia bahkan diperhitungkan di ASEAN bukan lagi masalah gengsi. Pada 2020, ketika semua bank bebas ekspansi dan dana-dana asing masuk ke Indonesia, menurut Sigit, akan membuat bank di Indonesia kalah bersaing. Sebab, dengan kapasitas yang lebih kecil dibandingkan bank-bank di negara tetangga, bank di Indonesia akan ditinggalkan nasabahnya, karena kredit yang diberikan bank asing lebih murah dibandingkan bank lokal. "Semakin besar bank, semakin besar pula kemampuan dia mengucurkan kredit. Dan semakin besar bank, maka akan semakin efisien untuk dapat memberikan pinjaman dengan bunga yang lebih murah," ujarnya.

Selain itu, bank yang lebih besar juga bisa mendapatkan pendanaan lebih murah dari penerbitan surat utang karena faktor risiko yang lebih rendah. Melalui merger yang dilakukan pada bank BUMN, kapasitas modal bank juga semakin besar untuk bisa menyalurkan kredit lebih banyak lagi. Sehingga, disaat pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih besar, maka perbankan dalam negeri bisa mengambil keuntungan dari pertumbuhan ekonomi tersebut.

Bank BUMN Dikerdilkan
Sigit menilai, langkah pemerintah untuk menggenjot pendapatan dari dividen bank BUMN kian membuat kapitalisasi bank BUMN semakin tergerus. Sebab, dividen tersebut sejatinya bisa digunakan untuk penguatan modal agar bank bisa lebih ekspansif dalam menyalurkan kredit. "Tapi karena sektor tambangnya lagi anjlok, jadi Kementerian BUMN meminta dividen yang lebih besar dari bank, harusnya bank itu tidak usah dikenakan dividen," kata dia.

Selain tuntutan dividen dari pemerintah, bank BUMN juga sulit mendapatkan permodalan. Pada saat yang bersamaan, bank-bank swasta terus memperkuat permodalannya sehingga kemampuan menyalurkan kredit menjadi lebih besar.

Pengamat perbankan Aviliani menilai mestinya perbankan Indonesia tidak perlu lagi di bawah Kementerian BUMN agar kepentingan politik bisa dihindari. Indonesia mestinya belajar dari Malaysia yang hanya memiliki holding perusahaan negara melalui Maybank. Dengan begitu sepak terjang perbankan BUMN bisa setara dengan korporasi pada umumnya. "Kalau masih diberatkan dengan kepentingan politik, DPR nya minta ini itu, bank BUMN kita akan susah bersaing," ucap Aviliani.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER