Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono berhasil mengurangi beban subsidi energi melalui program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kilogram yang dijalankan sejak 2007 lalu.
Data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyebutkan selama 8 tahun ini penghematan anggaran negara mencapai Rp 144,5 triliun.
Setelah dikurangi biaya produksi, tabung, kompor dan perangkatnya serta biaya pembangunan depot pengisian yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero), total penghematan anggaran adalah Rp 131,4 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun kesulitan justru dihadapi oleh Pertamina dalam penagihan biaya yang dikeluarkannya untuk program ini yang secara total mencapai Rp 13 triliun.
Djoko Siswanto, Direktur Gas BPH Migas mengaku instansinya telah menerima surat dari Pertamina pada 8 Agustus 2014 yang menyebutkan pemerintah masih berutang Rp 2,74 triliun ke Pertamina untuk proyek elpiji 3 kilogram.
Menurut Djoko, utang tersebut berdasarkan perhitungan pelaksanaan konversi 2007 sampai 2010 saja, belum termasuk biaya pengadaan 1.957 paket kompor, tabung, dan selang regulator pada 2012 dan biaya lain terkait program tersebut sejak 2007.
Pemerintah sendiri mengatakan pembayaran hutang kepada Pertamina sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Kami harus menunggu selesainya audit dulu setiap kali mau melakukan pembayaran subsidi. Beberapa bahkan sampai harus di
carry over dan dibayarkan tahun berikutnya," ujar Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Beban Pertamina yang sekarang dipimpin oleh Muhammad Husen selaku pelaksana tugas Direktur Utama semakin berat karena selain prosedur pembayaran ini, perusahaan ini juga tidak bisa menaikkan harga jual elpiji 3 kilogram sesuai harga keekonomian.
Jangankan untuk program yang mendapat subsidi pemerintah, untuk bisnis elpiji 12 kilogram pun Pertamina harus menanggung kerugian triliunan rupiah karena harga jualnya yang juga harus mendapat persetujuan pemerintah, jauh dibawah harga produksi elpiji tersebut.
Baru belakangan ini Pertamina berhasil mendapat persetujuan untuk menaikkan harga elpiji non subsidi 12 kilogram sebesar Rp 1.500 per kilogram.
Laporan Pertamina menyebutkan konsumsi elpiji 12 kilogram sepanjang 2013 mencapai 977 ribu ton dengan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yakni Rp 5.850 per kilogram.
Padahal harga keekonomian untuk memproduksi elpiji 12 kilogram tersebut berkisar Rp 11 ribu per kilogram, tergantung fluktuasi harga gas dan nilai tukar rupiah karena bahan baku elpiji banyak dibeli dari luar negeri.
Saat ini kilang Pertamina hanya mampu mengolah 12 persen dari total kebutuhan elpiji di Indonesia.
Sementara perusahaan swasta domestik mampu memproduksi sebesar 31%, sehingga harus impor sebesar 57%.
Jumlah impor elpiji yang tinggi ini mempengaruhi harga produksi elpiji sehingga merugikan Pertamina sebesar Rp 22 triliun selama enam tahun terakhir.
Ali Mundakir, Vice President Corporate Communication Pertamina menyatakan kondisi seperti ini tidak sehat bagi perusahaan karena uang sebesar itu seharusnya bisa digunakan untuk melakukan investasi di sektor hulu migas dengan mengambil blok-blok migas yang masih banyak dikuasai perusahaan asing.
Sementara Hanung Budya, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina enggan mengomentari hal tersebut. “Semua urusan pembayaran subsidi jangan tanya ke saya, tanyakan saja ke pemerintah,” kata Hanung.
Program konversi minyak tanah ke elpiji yang dilakukan untuk mengurangi subsidi minyak tanah sudah mencakup seluruh Jawa, Bali, sebagian besar Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Sejak program tersebut diterapkan pada 2007, Pertamina telah mendistribusikan sekitar 53 juta paket kompor, tabung, dan selang regulator.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, pemerintah memang telah mendapatkan persetujuan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menaikkan nilai subsidi elpiji 3 kilogram menjadi Rp 55,1 triliun.
Pemerintah dan DPR sepakat untuk menaikkan volume elpiji 3 kilogram sebesar 15 persen menjadi 5.766 juta metrik ton karena pemerintah berpandangan peningkatan jumlahnya di masyarakat akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.
Program elpiji 3 kilogram ini diperkirakan oleh pemerintah bisa mendukung pertumbuhan industri mikro 2,3 persen yang akan meningkatkan daya beli masyarakat sebesar 1,3 persen.
“Tahun depan kami akan menyediakan 1,6 juta sampai 1,7 juta paket sehingga total konversi minyak tanah ke elpiji 3 kilogram secara keseluruhan menjangkau 55 juta rumah tangga. Pendistribusian dilakukan di beberapa kabupaten di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Sisanya kami hanya me-
maintain distribusi dan pengisian elpiji 3 kilogram saja,” ujar Hanung.
Namun, lagi-lagi Pertamina yang akan terkena getahnya karena dana yang telah disetujui alokasinya itu bukan untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan Pertamina.
Target baru pemerintah memperluas penggunaan elpiji 3 kg ini dipastikan akan membuat Pertamina mengeluarkan biaya lebih besar lagi.