Jakarta, CNN Indonesia -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengamanatkan kepada presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menjadikan pembatasan transaksi tunai sebagai agenda prioritas di awal pemerintahan. Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan Transaksi Tunai saat ini tengah difinalisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM, diharapkan bisa masuk dalam Program Legislasi Nasional tahun ini.
"Rancangan Undang-Undang (RUU) ini berisi kewajiban agar seluruh transaksi tunai yang dilakukan di atas nominal tertentu harus melalui transfer bank," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf kepada CNN Indonesia, Senin (20/10).
Menurutnya, batas maksimum transaksi tunai yang diperbolehkan dalam beleid tersebut adalah Rp 100 juta. Namun batas nominal itu masih mungkin diperdebatkan di parlemen. "Supaya tidak ada lagi sarana untuk menyogok," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain untuk memperkecil ruang gerak para penyogok, kata Yusuf, ada sejumlah tujuan lain dari pembatasan transaksi tunai. Antara lain agar negara tidak boros dalam hal pencetakan uang, mengimpor bahan baku cetak uang, dan membeli kendaraan untuk transaksi tunai. "Juga untuk membuat masyarakat cerdas dan mendorong industri perbankan," kata dia.
Selain RUU Pembatasan Transaksi Tunai, Ketua PPATK mengatakan pihaknya juga tengah mengajukan ke RUU Perampasan Aset. Beleid ini akan mengatur soal perampasan aset dari hasil tindak pidana meskipun pelakunya terbebas dari hukuman penjara. "Praktik ini sudah dilakukan di berbagai negara antara lain Belgia, Perancis, dan Meksiko," katanya.
Kedua RUU ini jika diundangkan, kata dia, akan menekan terjadinya tindak pidana dan menimbulkan efek jera bagi para pelakunya.