Jakarta, CNN Indonesia -- Meskipun belum menerima arahan khusus dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) telah menyiapkan rencana untuk menarik utang di awal 2015 melalui penerbitan obligasi negara. Lebih dari separuh target pembiayaan sebesar Rp 430 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 akan dieksekusi pada semester I.
Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan mengatakan rencana untuk menambah utang dilakukan awal tahun depan untuk mengantisipasi risiko pengetatan likuiditas akibat kebijakan normalisasi suku bunga bank sentral Amerika Serikat. "Presiden Jokowi memang belum memberi arahan apapun. Kami juga tidak boleh mengambil kebijakan strategis, hanya tugas-tugas rutin seperti penarikan utang yang sudah terjadwal boleh dilakukan," ujar Robert di Jakarta, Senin (20/10).
Menurutnya, saat ini total utang yang sudah ditarik pemerintah sebesar Rp 419,17 triliun atau 97,6 persen dari target APBNP 2014 yang sebesar Rp 428,78 triliun. Artinya butuh sekitar Rp 10 triliun lagi untuk menutup kebutuhan defisit fiskal. "Masih ada dua kali lagi penerbitan surat berharga negara (SBN) dan dua kali SBN syariah untuk menyerap penuh sesuai target," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun depan, Robert mengatakan kondisi likuiditas di pasar uang akan semakin ketat dibandingkan tahun ini. Kebijakan rasionalisasi suku bunga oleh The Fed diyakini akan menarik modal dari negara-negara berkembang ke Amerika Serikat. "Jika melihat ada rencana normalisasi tingkat bunga di semester II, strategi pembiayaan di awal tahun kemungkinan besar dilakukan," katanya.
Robert menambahkan sekitar 80 persen pembiayaan tahun depan akan ditarik dari pasar obligasi domestik, sedangkan 20 persen sisanya berasal dari penerbitan obligasi berdenominasi valas. Varian obligasi valas yang dimaksud adalah obligasi konvensional berdenominasi dolar Amerika Serikat (global
bond), obligasi syariah dolar Amerika Serikat (
sukuk global), obligasi euro (euro
bond) dan obligasi yen (samurai
bond).
"Kita lihat kemungkinannya obligasi valas mana yang akan didahulukan," kata Robert.
Loto Srinaita Ginting, Direktur Surat Utang Negara menjelaskan strategi pembiayaan di awal tahun biasanya memberikan porsi penerbitan obligasi di atas 50 persen dari target. Berapa besar kepastiannya akan sangat tergantung kondisi pasar dan hasil kajian pemerintah.
DJPU mencatat utang terbesar Indonesia sampai saat ini didominasi oleh utang rupiah sebesar 56 persen dari total keseluruhan. Kemudian diikuti oleh utang dolar Amerika Serikat sebesar 28 persen dan yen sebesar 11 persen.