BEBAN ENERGI JOKOWI

Jokowi Diminta Kaji Ulang Kenaikan BBM

CNN Indonesia
Jumat, 24 Okt 2014 13:15 WIB
Sebelum menaikkan harga, Presiden Joko Widodo diminta melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah sehingga pertumbuhan ekonomi daerah tidak terganggu.
Truk tangki BBM usai melakukan pengisian di Depot Plumpang milik Pertamina. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mendapat tanggapan serius dari Kepala Pusat Pengkajian Energi Universitas Indonesia Erie Soedarmo. Menurut Erie ada baiknya sebelum menaikan harga BBM, Jokowi berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.

"Ini berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang bergantung pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Jadi Pak Jokowi bisa mendapat gambaran tentang apa dampak yang akan dirasakan daerah paska kenaikan harga BBM," ujar Erie kepada CNN Indonesia, Jumat (24/10).

Oleh karena itu, pemerintah harus berkoordinasi dulu dengan Pemerintah Daerah terkait besaran kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal tersebut untuk menyaring aspirasi pemimpin daerah terkait rencana pertumbuhan ekonomi di daerahnya. "Kenaikan BBM itu bikin sakit banyak kepala orang. Jangan sampai kenaikan harga BBM menggangu pertumbuhan ekonomi di daerah," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Erie menambahkan selain dua hal tadi, pemerintah pusat juga dituntut memperbaiki sistem distribusi BBM yang diketahui masih carut-marut. Ia mencontohkan dengan belum adanya kategorisasi penyalur menyebabkan pemerintah hanya tahu kenaikan konsumsi hanya terjadi di transportasi darat. Padahal tak sedikit nelayan ikut mengantri di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

"Bisa dilihat kalau banyak orang antri bawa jeriken. Mereka itu biasanya nelayan dan pemilik genset yang kehabisan stok solar di penyalur," ujarnya.

Hal yang juga harus diperhatikan pemerintah dari sisi distribusi BBM bersubsidi ialah mekanisme pembayaran. Erie menilai, pembayaran dengan cara menghitung angka penyaluran (invoice) dari Depo PT Pertamina (Persero) yang selama ini dilakukan akan membuka potensi kerugian negara karena kerap terjadi manipulasi angka penyaluran BBM subsidi pada saat distribusi.

"Harusnya pembayaran BBM bersubdisi dihitung di SPBU agar diketahui jelas angka yang dibeli oleh konsumen. Kita tidak tahu berapa minyak yang bocor saat didistribusikan oleh truk tangki. Soalnya kalau pemilik SPBU protes jatah berkurang, pasokan dia akan dikurangi oleh Pertamina," kata Erie.

Hal terakhir yang juga harus dipertimbangkan Pemerintah sebelum menaikan harga ialah menentukan pihak mana saja yang boleh menerima BBM subsidi. Untuk hal ini, Erie menyarankan agar Pemerintah menerbitkan kartu khusus untuk pengguna kendaraan umum seperti taksi, angkutan kota, bus, kapal nelayan dan lainnya. Dimana kartu tadi akan menjadi syarat untuk membeli BBM bersubsidi dengan catatan yang rinci.

"Kalau untuk masyarakat bisa dipakai itu smartcard yang dibuat atas kerjasama Pertamina, Bank, Samsat dan Pemeritah. Selain berkaitan dengan uang yang sudah didepositkan, kartu multi fungsi itu juga bakal terkoneksi dengan samsat yang berhubungan pembayaran pajak dan lain-lain," katanya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER