Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mencari cara untuk menaikkan produksi minyak dan gas bumi (migas) yang setiap tahun terus mengalami penurunan. Padahal penjualan migas masih menjadi salah satu andalan pemerintah untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas Kementerian ESDM mencatat produksi minyak mentah dan kondensat Indonesia secara teratur terus berkurang. Pada 2010, Indonesia tercatat masih mampu memproduksi sebanyak 945 ribu barel minyak per hari (BPH). Kemudian pada 2011 jumlahnya turun menjadi 902 ribu BPH, di 2012 turun lagi menjadi 859 ribu BPH, dan pada 2013 jumlahnya menjadi 825 ribu BPH.
Terakhir sampai September 2014 total minyak dan kondensat yang berhasil diproduksi tercatat sebanyak 794 ribu BPH dari target yang ditetapkan dalam APBN-P 2014 sebanyak 818 ribu BPH. Jika melihat tren penurunan seperti ini, tampaknya target sampai akhir 2014 tidak akan tercapai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk membantu meningkatkan produksi minyak yang tahun depan ditargetkan sebanyak 845 ribu BPH, Ditjen Migas rutin menawarkan wilayah kerja migas kepada perusahaan minyak yang beroperasi di Indonesia. Tujuannya, agar perusahaan-perusahaan minyak bisa mendapatkan sumber produksi baru tidak hanya mengandalkan sumur atau lapangan yang sudah tua.
Naryanto Wagimin, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM menyebutkan dalam waktu dekat instansinya akan menawarkan sekitar enam wilayah kerja migas yang masuk dalam penawaran putaran II 2014. "Terdiri dari empat wilayah kerja yang ditawarkan melalui penawaran langsung atau
joint study dan dua wilayah migas yang ditawarkan melalui tender reguler," ujar Naryanto dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, Jumat (24/10).
Menurutnya Ditjen Migas akan melaporkan rencana penawaran wilayah kerja tersebut kepada Menteri ESDM yang baru untuk mendapatkan persetujuan sebelum diumumkan.
Pada 23 Mei 2014, Kementerian ESDM juga telah menawarkan 13 wilayah kerja migas terdiri dari lima wilayah kerja yang ditawarkan melalui penawaran langsung, enam wilayah kerja ditawarkan melalui tender reguler, dan dua wilayah kerja melalui penawaran langsung kepada PT Pertamina (Persero). Wilayah kerja yang ditawarkan antara lain Blok Narth Madura II, Blok Yandena, Blok South Aru II, Blok Aru Trough I dan II, Blok North Central Java Offshore, Blok Kualakunun, Blok Garung, Blok Offshore Pulau Moa Selatan, Blok Dolok, dan Blok South East Papua.
Pemerintah tidak asal menawarkan blok migas baru tanpa sebelumnya mengetahui potensi migas yang terkandung didalamnya. Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya minyak di wilayah kerja yang ditawarkan adalah dengan melakukan survei aeromagnetik yang dilakukan sejak 2012. Survei aeromagnetik adalah survei geofisika menggunakan magnetometer yang diletakkan di pesawat terbang sehingga daerah yang di survei lebih luas dan lebih cepat dilakukan.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Edy Hermantoro menjelaskan pesawat yang melakukan survei biasanya terbang dalam pola grid dengan tinggi dan jarak antar baris tertentu untuk menentukan resolusi data. "Terutama untuk daerah terpencil dibutuhkan waktu pengambilan data sekitar dua bulan, misalnya di Indonesia bagian Timur. Hasil survei aeromagnetik seperti ini, telah digunakan PT Total Indonesia ketika melakukan studi bersama di daerah Indonesia Timur," ujar Edy.
Pemerintah menurut Edy membuka diri bagi perusahaan survei yang ingin melakukan survei aeromagnetik. "Mereka dapat mengajukan diri ke pemerintah, dan kami akan meminta mereka sampai melakukan intepretasi data. Begitu interpretasi akan muncul prospek-prospek yang dapat dibor. Nah pemerintah kemudian yang mengkotak-kotakkan menjadi wilayah kerja dan kita tawarkan dalam tender. Perusahaan survei akan mendapatkan uang dari pembelian data oleh perusahaan minyak," katanya.
Edy mengatakan sebagian besar blok migas lepas pantai yang ditemukan setelah 2001 diperoleh berdasarkan data dari spekulatif survei. Saat ini pemerintah tengah menyisir kemungkinan adanya cadangan di wilayah Sumatera Barat hingga Selatan Jawa. "Setiap tahun ada satu sampai dua perusahaan mengajukan izin melakukan spekulatif survei. Agar lebih banyak lagi yang melakukan, kami sedang kaji masa penyimpanan datanya dapat diperpanjang menjadi sekitar 15 tahun. Tidak maksimal 10 tahun seperti yang ada saat ini," ujarnya.