Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla diharapkan dapat membenahi problem di sektor hulu migas. Produksi minyak nasional, yang saat ini dalam posisi 788.000 barel per hari (Bph), harus digenjot untuk mencapai target di angka 900.000 Bph.
"PR beratnya itu. Ditambah, peningkatan angka konsumsi minyak nasional yang sudah mencapai level 1,5 juta Bph," ujar pengamat energi sekaligus praktisi senior industri migas, John Karamoy kepada CNN Indonesia, Minggu (26/10).
Untuk menutupi kekurangan itu, John bilang, diperlukan langkah strategis dalam upaya peningkatan produksi dengan melakukan eksplorasi yang masif pada blok minyak. Di samping itu, pemerintah segera membenahi sejumlah persoalan meliputi aspek legal di sektor kegiatan produksi.
Aspek legal ini di antaranya mengenai keberadaan aturan-aturan baru yang kerap bertentangan dengan
production sharing contract (PSC) atau kontrak bagi hasil produksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu mengimpor alat-alat eksplorasi itu tidak dikenakan bea masuk dan tertera di PSC. Tapi ketika ada aturan baru mengenai ekspor-impor, sekarang alat-alat eksplorasi kena bea masuk. Malaslah itu para kontraktor," kata John.
John mengatakan, aspek yang juga harus dibenahi untuk menggapai target
lifting minyak ialah persoalan tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Sejak terbitnya Undang-Undang Otonomi Daerah, pemerintah daerah memiliki kewenangan menarik sejumlah retribusi seperti pengenaan pajak bumi dan bangunan pada fasilitas pengeboran migas. Padahal, bangunan serta fasilitas produksi yang dioperasikan kontraktor migas merupakan milik negara karena seluruh biaya dianggarkan dalam
cost recovery.
"Ini yang sangat aneh dan merugikan. Seakan-akan pemerintah pusat dan daerah berebut kuasa hingga akhirnya
law and order-nya lemah," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo yang sudah demisioner menyatakan kesiapannya untuk berbagi informasi mengenai sektor hulu migas. Ini dimaksudkan agar pemerintahan baru baru dapat mengetahui secara detil problematika di sektor tersebut.
"Saya tidak akan jadi pengamat saja melainkan masih akan terjun ke dalam sektor ini untuk meningkatkan produksi," kata Susilo yang juga Komisaris PT Pertamina itu.