Jakarta, CNN Indonesia -- Menargetkan sektor perikanan sebagai penyumbang devisa utama di Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Kerja, Susi Pudjiastuti memilih pembenahan pengelolaan industri perikanan sebagai salah satu agenda kerjanya.
"Kondisi perikanan di Indonesia sangat ironis, seperti tikus mati di lumbung padi," kata Susi dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Minggu malam (26/10).
Dia menyayangkan, jumlah ekspor produk perikanan di Indonesia tidak lebih besar dari negara tetangga seperti Thailand. Padahal dengan potensi garis pesisir pantai yang menyelimuti nusantara sebanyak 70 persen, kemaritiman Indonesia seharusnya dapat lebih maju.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pesisir pantai seharusnya menjadi penyumbang devisa terbesar. Nelayan seharusnya menjadi penggerak kemajuan ekonomi bangsa. Saya punya keyakinan kalau kita kelola dengan benar, bisa jadi lebih dari minyak bumi dan gas. Itu logis dan bisa dihitung," ujar pebisnis di bidang perikanan selama 33 tahun tersebut.
Susi mencontohkan devisa yang didapat dari daerah tempat tinggalnya di Pangandaran, Jawa Barat. "Nelayannya kurang lebih 5.800 orang di satu kecamatan. Garis pantai sampai Tasikmalaya itu ada enam kecamatan, kurang lebih 45 kilometer persegi. Kalau ditotal, kira-kira devisanya paling tidak 15 sampai US$ 30 juta," katanya.
Sementara itu, kata Susi, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 85 ribu kilometer persegi. "Jadi dikalikan saja, kita akan dapat segitu," katanya. Apabila dihitung, potensi devisa dari sektor maritim tersebut akan mencapai US$ 28 juta sampai US$ 56 juta.
Untuk mencapai target itu, Susi berpendapat, pengelolaan industri perikanan dapat dilakukan dengan beragam cara. Salah satunya dilandaskan pada asas ramah lingkungan. "Lobster yang bertelur jangan ditangkap, lobster yang kecil jangan ditangkap, dan mata jaring diperkecil," katanya.
Apabila sudah ada peraturan daerah yang mengikat tata cara penangkapan hasil laut tersebut, dia optimistis ikan asal Indonesia mampu menjadi penggerak ekonomi.
"Saya akan coba dengan posisi saya untuk melakukan itu. Tapi ini masih harus dibicarakan program-program dan solusi apa saja yang akan dilakukan," katanya.
Merujuk pada data Biro Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor non-migas pada Desember 2013 mencapai US$ 13,58 miliar yang terdiri dari produk hasil pertanian (termasuk perikanan) senilai US$ 0,48 miliar dan hasil industri US$ 10 miliar. Sementara itu, nilai ekspor hasil tambang dan lainnya sebesar US$ 3,09 miliar.