Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan konsumsi domestik dan ekspor untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi 7 persen per tahun. Untuk mewujudkan janji Presiden Joko Widodo itu, investasi harus didorong dengan pertumbuhan rata-rata 10 persen setiap tahun.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, menuturkan bukan tidak mungkin perekonomian Indonesia tumbuh hingga 7 persen seperti yang diinginkan Presiden Joko Widodo. Namun, sebelumnya fundamental perekonomian harus diperbaiki, baik dari sisi fiskal, moneter maupun sektor riil.
"Dan kita harus punya pertumbuhan investasi dan ekspor yang tinggi," ujarnya di kantor Kemenko Perekonomian, Senin malam (27/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada saat ini, lanjut Bambang, sangat sulit untuk mengandalkan ekspor mengingat kondisi ekonomi global tengah melambat dan permintaan serta harga komoditas anjlok. Karenanya, investasi menjadi solusi yang bisa dimanfaatkan pemerintah guna mengompensasi pelemahan konsumsi dan ekspor.
"Untuk mencapai pertumbuhan ekononi 7 persen, membutuhkan pertumbuhan investasi mendekati 10 persen," katanya.
Menurutnya, pertumbuhan investasi 10 persen per tahun akan berkontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi sekitar 2-3 persen lebih tinggi dari kondisi saat ini, yang hanya berkisar 5 persen. Karena peran investasi lebih besar dari pada konsumsi, maka investasi harus dirangsang masuk dengan menyederhanakan alur birokrasi menjadi lebih mudah dan tidak berbelit-belit.
"Kita pernah mengalami investasi tumbuh hampir 10 persen di 2011, tapi saat itu kita kan punya makro ekonomi stabil, fundamentalnya stabil dan harga komoditas sedang bagus," katanya.
Investasi yang dimaksud Bambang bukan hanya sebatas penanaman modal langsung (FDI) oleh investor asing maupun domestik, tetapi belanja modal pemerintah dan ekspansi BUMN juga termasuk investasi. Karenanya, pemerintahan Presiden Joko Widodo merencakan pembangunan infrastruktur yang melibatkan pemerintah, swasta ataupun konsorsium dengan BUMN.
Paling cepat, lanjut Bambang, pertumbuhan ekonomi 7 persen bisa dicapai pada 2016. Itu pun dengan asumsi kondisi ekonomi global maupun domestik sudah pulih dan disertai dengan reformasi struktural.
Masalah StrukturalPada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo menilai saat ini Indonesia mengalami permasalahan struktural di bidang ekonomi. Indikator yang paling menggambarkan permasalahan tersebut adalah perkembangan neraca transaksi berjalan yang selalu defisit dalam 10 kuartal terakhir. "Ada repatriasi keuntungan luar negeri yang harus disikapi dengan penyikapan fiskal supaya investor bisa menyimpan dananya di dalam negeri," katanya.
Selain itu, Agus juga menyoroti neraca pendapatan dan jasa yang defisitnya melebar mendekati US$ 37 miliar. Karena perlu penyikapan tidak hanya oleh BI, tetapi juga Kemenkeu dan OJK.
"Dari sisi fiskal,
primary balance yang defisit harus juga disikapi bersama," tuturnya.