Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berdampak luas hingga ke sektor perbankan. Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad mengatakan kebijakan tersebut akan memberikan dampak terhadap kenaikan kredit macet atau
non performing loans (NPL) perbankan.
"Memang akan ada tekanan terhadap NPL, tapi ini hanya akan seasonal (musiman) saja," ujar Muliaman saat ditemui di Hotel Darmawangsa Jakarta, Selasa (18/11).
Potensi kenaikan NPL, kata Muliaman, terutama di sektor kredit mikro. Namun, fenomena tersebut hanya akan berdampak sebentar dan akan mulai normal kembali setelah tiga bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada dampaknya tapi dia akan
back to normal. Dan permintaan akan
back to normal lagi. Sekitar tiga bulanan, enam bulan sudah normal," kata Muliaman.
Muliaman yakin industri keuangan sudah mengantisipasi dampak kenaikan BBM terhadap kinerjanya. "Tapi menurut saya itu akan reda dengan sendirinya, kalau
growth kreditnya tinggi, itu NPL nya juga akan turun," lanjutnya.
Secara umum, Muliaman memperkirakan kondisi likuiditas perbankan akan membaik. Sebab, biasanya perbankan sudah tidak lagi menggenjot ekspansi kredit di penghujung tahun.
"Tekanan akan ada, tapi tidak seserius yang kemarin-kemarin. Tapi ini sudah mulai agak longgar," ujar Muliaman.
Wakil Presiden Jusuf Kalla justru punya pandangan yang berbeda. Dia optimistis kinerja industri perbankan tidak akan terganggu dengan naiknya harga BBM bersubsidi. Namun, diakui JK akan ada sedikit tekanan terhadap kredit konsumsi untuk jangka pendek, sekitar tiga bulan.
"NPL justru bisa berkurang sebenarnya karena kegiatan ekonomi bisa lebih baik. Berarti perusahaan-perusahaan, orang-orang bisa beli lagi, bisa lagi bayar mobilnya, bisa lagi bangun rumah," tuturnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), penyaluran kredit perbankan pada Agustus 2014 tercatat sebesar Rp 3.518,9 triliun, tumbuh 13,4 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Angka pertumbuhan lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 15 persen. Perlambatan penyaluran kredit terutama terjadi untuk kredit yang bersifat produktif, yaitu Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI).