INDUSTRI RITEL

Rupiah Loyo, Perusahaan Ritel dan Eksportir Semringah

CNN Indonesia
Selasa, 02 Des 2014 11:47 WIB
Perusahaan yang memperoleh pendapatan dalam mata uang dolar Amerika Serikat diyakini menikmati masa-masa rupiah melemah seperti saat ini.
Industri tekstil dan fashion merupakan industri yang menikmati pendapatan dolar Amerika Serikat dari ekspor yang dilakukannya. (CNN Indonesia/Yohannie Linggasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jebloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dinilai berdampak positif dan akan mendongkrak kinerja pelaku usaha industri ritel dan perdagangan ekspor.

Analis PT KDB Daewoo Securities Indonesia Renaldy Effendy mengatakan sejak 1997 nilai tukar rupiah telah menggunakan sistem mengambang (free floating) dimana kebijakan tersebut mengacu pada mekanisme pasar.

“Namun setelah krisis ekonomi Asia yang terjadi pada 1998, nilai tukar rupiah telah mengalami pelemahan dibandingkan dengan nilai tukar dolar AS dan nilai tukar lainnya,” ujarnya melalui surat elektronik, Selasa (2/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fluktuasi nilai tukar rupiah tersebut hingga kini masih cukup mempengaruhi para pelaku usaha dalam menjaga tingkat profitabilitasnya. Untuk perusahaan yang mendapatkan nilai penjualan dalam bentuk rupiah, kondisi tersebut tentu tidak signifikan mempengaruhi kinerja usaha.

“Namun tidak demikian halnya dengan perusahaan yang memperoleh hasil pendapatannya dalam dolar AS, atau pelaku usaha ekspor,” kata Renaldy.

Dia mencontohkan, salah satu pelaku usaha tersebut adalah PT Trisula International Tbk (TRIS). Trisula adalah produsen busana dan bergerak dalam sektor ritel fesyen. Renaldy menilai pelemahan nilai tukar rupiah akan memberikan pengaruh positif pada kinerja perusahaan tersebut, sebab 85 persen penjualan produksi perusahaan berorientasi ekspor.

“Selain itu, perbaikan perekonomian AS akan akan ikut memberikan dampak pada kenaikan tingkat keyakinan konsumen dan mendorong permintaan serta pengeluaran pada produk-produk Trisula,” jelasnya.

Berdasarkan simulasi yang dilakukan, setiap kenaikan 5 persen dari nilai tukar dolar AS diharapkan akan mendorong laba kotor naik sebesar 10 persen. Pendapatan kuartal III 2014 Trisula naik 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu saat nilai tukar dolar AS masih 7 persen lebih rendah dari saat ini. Laba bersih naik 36 persen dan perusahaan berencana untuk melakukan ekspansi dengan membuka sebanyak 350 toko pada 2015.

Pertumbuhan populasi dan perubahan gaya hidup dilihat ikut berpotensi memberikan pengaruh pada permintaan Trisula. “Sebagai tambahan, penurunan harga minyak dunia juga kami lihat akan memberikan dampak pada harga polyester and nylon sebagai salah satu bahan baku yang digunakan,” jelasnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER