KEBIJAKAN MENTERI

Pengusaha Protes Menteri Susi Larang Alih Muatan di Laut

CNN Indonesia
Selasa, 02 Des 2014 15:43 WIB
Larangan alih muatan ikan (transhipment) di tengah laut dinilai hanya menambah boros bahan bakar kapal karena harus kembali ke pelabuhan.
(CNN Indonesia/GettyImages)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) meminta kejelasan dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti atas dikeluarkannya aturan larangan alih muatan (transhipment) ikan di tengah laut. Aturan tersebut dinilai abu-abu sehingga berdampak buruk terhadap iklim bisnis perikanan tangkap yang dijalankan pengusaha lokal.

“Masalahnya adalah kapal penangkap ikan harus kembali ke pelabuhan pangkalan sehabis menangkap karena tidak boleh alih muatan. Bolak-balik itu menghabiskan bahan bakar," ujar Ketua Astuin Eddi Yuwono di Jakarta, Selasa (2/12).

Eddi menilai larangan transhipment tersebut mampu menyurutkan usaha penangkapan ikan akibat membengkaknya biaya operasional kapal milik pengusaha lokal. Sayangnya, dia mengaku belum berhitung berapa kerugian yang ditanggung pengusaha akibat kebijakan tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun Eddi menjelaskan, tiap satu hari kapal penangkap tuna dengan ukuran 100-120 gross ton membutuhkan satu ton bahan bakar minyak (BBM) dengan masa layar 3 bulan hingga 9 bulan. Apabila larangan transhipment diberlakukan, maka nelayan harus mengantarkan hasil tangkapannya kembali ke pelabuhan dalam kurun waktu 1 minggu, dan hal itu yang membuat biaya operasional membengkak.

"Cost operational kapal tuna selama berlayar 3-9 bulan itu mencapai Rp 1 miliar dengan asumsi ada kapal yang datang menjemput ikan, jadi hitung sendiri berapa biaya yang ditambah kalau kapal penjemputnya tidak ada," ujarnya.

Sebelumnya, Susi Pudjiastuti mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 57 tahun 2014 mengenai Pelarangan Alih Muatan di Tengah Laut dan Dibawa ke Luar Negeri. Sebab praktek tersebut dicurigai menjadi salah satu sumber masalah illegal fishing yang merugikan negara.

Peraturan ini menurut Eddi menjadi masalah sebab selama ini pengusaha kapal juga sering menitipkan ikan hasil tangkapannya kepada kapal lain yang akan pulang ke pelabuhan.

"Hal itu dilakukan untuk menjaga mutu ikan hasil tangkapan agar kualitas ikan untuk Shasimi Grade tidak turun. Serta untuk hemat biaya," ujar Eddi. Atas dasar itu, Astuin kemudian memberanikan diri meminta Susi mengevaluasi kebijakan tersebut.

“Kalau larangan transhipment berlanjut, kami khawatir Kementerian Kelautan dan Perikanan justru tidak akan mampu memajukan perikanan Indonesia," ujarnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER