MILIUNER INDONESIA

LIPI: Ketimpangan Si Kaya dan Si Miskin Makin Memprihatinkan

CNN Indonesia
Kamis, 04 Des 2014 10:45 WIB
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks rasio Gini pada 2008 sebesar 0,35 dan terus meningkat setiap tahunnya menjadi 0,413 pada 2013.
Warga bantaran rel mencuci peralatan makan di kawasan Stasiun Depok Baru, Jawa Barat, Senin (10/11). Pemerintah Kota Depok mengklaim angka kemiskinan dalam kurun tiga tahun terakhir mengalami penurunan, dimana pada tahun 2011 sebesar 2,75 persen, tahun 2012 menurun menjadi 2,46, dan pada 2013 menjadi 2,32 persen atau 46.400 penduduk miskin dari total 2 juta jiwa penduduk Kota Depok. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta, CNN Indonesia -- Latif Adam, Peneliti Ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan bertambahnya jumlah orang kaya di Indonesia justru mencerminkan ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin lebar. Hal itu tercermin dari indeks rasio Gini yang meningkat sejak 2008.

"Di satu sisi jumlah orang kaya baru tumbuh pesat, di sisi lain masih banyak orang yang berada di lingkaran kemiskinan. Boleh jadi karena distribusi pendapatannya tidak merata," ujarnya kepada CNN Indonesia, Kamis (4/12).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks rasio Gini pada 2008 sebesar 0,35 dan terus meningkat setiap tahunnya menjadi 0,413 pada 2013. Rasio Gini merupakan indikator untuk mengukur derajat pemerataan distribusi pendapatan penduduk, dengan nilai antara 0 dan 1. Semakin kecil indeks mendekati 0, maka tingkat pemerataan meningkat dan sebaliknya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Latif juga menyoroti kontribusi orang kaya terhadap pendapatan negara yang tidak lebih besar dibandingkan masyarakat kelas menengah dan kecil. Dia menduga para miliuner pemilik bisnis raksasa di Indonesia tidak transparan dalam menjalankan usahanya guna menghindar dari kewajiban pajak.

"Kalau melihat Menkeu dan Dirjen Pajak mengeluh bahwa penerimaan dari para pengusaha rendah, saya yakin mereka tidak transparan dalam melaporkan kekayaannya," jelasnya.

Karenanya, Latif menyarankan agar Direktorat Jenderal Pajak menjadikan kelompok masyarakat kaya sebagai sasaran utama dalam menggenjot penerimaan pajak. "Jadi kalau mau menignkatkan tax ratio, mereka-mereka ini yang harus jadi target utama," katanya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan memperkirakan realisasi penerimaan pajak pada tahun ini mencapai Rp 1.000 triliun, yang Rp 97 triliun berasal dari setoran pajak penghasilan (PPh). Kelompok pekerja, yang pendapatannya secara otomatis dipotong PPh oleh perusahaan, menyumbang sekitar Rp 93 triliun. Sedangkan sisanya Rp 4 triliun merupakan pajak yang benar-benar disetorkan langsung oleh pemilik usaha atau WP badan yang sadar pajak.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER