Jakarta, CNN Indonesia -- Selain merekomendasikan larangan pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menduduki kursi komisaris perusahaan migas, Tim Reformasi Tata Kelola Migas juga akan merekomendasikan penggunaan produk bahan bakar minyak (BBM) berkadar Ron 92. Faisal Basri, Ketua tim yang juga dikenal sabagai Tim Antimafia Migas mengatakan terlalu banyak penyimpangan dalam proses impor dan produksi premium Ron 88.
Menurut Faisal dengan mengkampanyekan penggunaan BBM Ron 92, hal tersebut bisa meminimalisir praktik penyimpangan yang terjadi.
“Di pasar minyak itu sudah tidak ada Ron 88. Kalaupun Pertamina beli Ron 88, tentunya harus pesan dulu ke penjual yang nantinya akan mencampur Ron 92 dengan Nafta," kata Faisal di Jakarta, Kamis (4/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain bisa mengurangi penyimpangan, penggunaan BBM Ron 92 bisa bermanfaat mengurangi polusi udara di Indonesia. "Kalau kesehatan masyarakat meningkat, tentunya subsidi kesehatan juga akan bisa ditekan. Soalnya Ron 88 itu diketahui memiliki kadar timbal dan sulfur yang lebih tinggi ketimbang Ron 92," ujarnya.
Sebelumnya dari hasil pertemuannya dengan PT Pertamina (Persero),
tim Antimafia Migas menemukan sejumlah kejanggalan terkait pengadaan minyak impor.
"Banyak asumsi dan penggunaan formulasi-formulasi yang rumit saat pengadaan minyak impor. Satu diantaranya mengenai patokan harga MOPS (Mean of Platts Singapore) yang fluktuatif," ujar Fahmy Radhi, anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas.
Kerumitan ini makin menjadi ketika minyak yang dibeli oleh anak usaha Pertamina yaitu Pertamina Energy Trading Limited (Petral), harus kembali diolah di Indonesia untuk dijadikan produk premium. Sementara selain membeli minyak mentah dari Singapura, Petral juga membeli produk Ron 92 melalui proses tender.
Kemudian untuk bisa menghasilkan produk premium dengan kadar Ron 88 seperti yang dijual ke masyarakat, diperlukan upaya pengolahan lanjutan di kilang-kilang Pertamina. Sebab pasar minyak Singapura tak lagi menjual Ron 88.
"Pengolahan ini tentunya memerlukan biaya. Disinilah letaknya dimana pihak-pihak yang kita sebut mafia memburu rente. Saat ditanya pun Pertamina tidak bisa menjawab pasti mengenai asumsi biaya pengolahan," tuturnya.