Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau Pemerintah Daerah agar lebih memanfaatkan pasar modal Indonesia sebagai sumber pendanaan demi pembangunan infrastruktur di daerahnya.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan tantangan semakin bertambah karena sulitnya mengharapkan pembiayaan infrastruktur dari luar negeri maupun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam kondisi perekonomian dunia dan transisi pemerintahan saat ini.
Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut, adalah melalui opsi pendanaan yang melibatkan pihak swasta, yakni penerbitan obligasi daerah. Menurutnya jika pembangunan di daerah hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maka tidak akan mencukupi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau menunggu APBD itu lama dan biasanya tidak mencukupi sehingga diperlukan langkah ke pasar modal, mencari pendanaan dari swasta," ujar Muliaman di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (4/12).
Muliaman menilai adanya obligasi daerah akan lebih memudahkan pemerintah daerah untuk dapat mengembangkan wilayahnya dan melakukan pembangunan infrastruktur. Namun, pendanaan yang diperoleh dari obligasi diharapkan dapat dimanfaatkan dengan maksimal disertai adanya pengawasan.
"Kepala daerah perlu melihat potensi apa yang ada di daerahnya, misalnya pembangunan untuk air minum yang bisa langsung diminum, atau pembangunan bandara seperti keinginan Provinsi Jawa Barat. Infrastruktur bisa menjadi fokus utama," tuturnya.
Sebelumnya
Gubernur Provinsi Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan siap menerbitkan obligasi Rp 4 triliun untuk membantu pendanaan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Kabupaten Majalengka senilai total Rp 7 triliun.
Aher, sapaan akrabnya, menjelaskan instansinya masih menghitung kemungkinan kupon yang bisa diberikan untuk obligasi tersebut antara 8 persen atau 9 persen. “Hitungan kami lakukan dengan mengacu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Karena pembayarannya kan menggunakan APBD dengan tenor 10 tahun,” kata Aher.
Namun menurut Aher, obligasi tersebut tidak akan ditawarkan kepada publik tetapi kepada badan hukum lainnya. Dia menyebut sudah melakukan pendekatan ke Asian Development Bank (ADB) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk mau menyerap obligasi tersebut.
Aher optimistis tawaran tersebut tidak akan disia-siakan ADB, BPJS, atau badan hukum lainnya. Dia mengaku PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) sudah memberikan peringkat AA atas kemampuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menyelesaikan kewajiban utangnya.