Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kardaya Warnika mempertanyakan hasil keputusan pemerintah yang berani menginstruksikan PT Pertamina (Persero) agar meneruskan penyediaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi setelah kuota 46 juta kiloliter (KL) habis.
Kardaya yang juga mantan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) tersebut menilai pemerintah tidak bisa seenaknya menugaskan Pertamina untuk tetap menyalurkan BBM bersubsidi tanpa berkonsultasi dengan DPR.
“Kami tidak mengerti cara pandang pemerintah saat ini, tidak masuk akal," ujar Kardaya saat ditemui CNN Indonesia di Jakarta, Kamis (4/12) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penugasan menjual premium dan solar tanpa diberikan subsidi, menurutnya hanya memberatkan keuangan Pertamina. Padahal sebagai pemegang saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pemerintah seharusnya tidak membiarkan perusahaannya sendiri menanggung kerugian akibat kebijakan yang dibuat pemerintah.
Pernyataan Pertamina yang
siap menjual BBM dengan harga subsidi jika ada kepastian penggantian dana subsidi oleh pemerintah di kemudian hari menurutnya juga menyalahi aturan. Menurut Kardaya jika pemerintah ingin mengganti kerugian Pertamina, seharusnya dibicarakan dahulu dengan DPR. Sebab uang yang digunakan tersebut menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Apakah nanti diganti pemerintah? Bagaimana cara bayarnya? Intinya, sebagai negara hukum, semua uang yang dikeluarkan oleh pemerintah berarti harus melalui APBN dengan sepengetahuan DPR. Kalau tidak, ya tidak boleh keluar," ujarnya.
Kardaya juga menyayangkan tidak adanya koordinasi yang dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan instansi pemerintah lainnya dengan DPR untuk membahas konsumsi BBM bersubsidi yang besar kemungkinan akan melebihi kuota yang ditetapkan.
(Baca juga:
Kuota BBM Jebol, Pertamina Tombok)