Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan tambang Grup Bakrie, PT Energi Mega Persada Tbk, akan merestrukturisasi utang dari Farallon Capital, dengan pokok pinjaman mencapai US$ 200 juta. Langkah ini diharapkan bisa menghemat sekitar US$ 15 juta per tahun.
Imam P. Agustino, Direktur Utama Energi Mega Persada, mengatakan pinjaman dari Farallon Capital tersebut dinilai mahal karena memiliki bunga London Inter-bank Offer Rate (LIBOR) yang mencapai 18 persen per tahun.
“Kami berencana melakukan restruktursasi utang kepada Farallon yang sebesar US$ 200 juta. Rencananya, bunga tersebut bisa menurun menjadi 11 persen, untuk menghemat sekitar US$ 15 juta per tahun,” ujarnya dalam paparan publik di Jakarta, Jumat (5/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan perseroan tengah mendekati Credit Suisse dan Deutsche Bank untuk mendapat fasilitas kredit sindikasi guna memenuhi target restrukturisasi tersebut. Berdasarkan laporan keuang perseroan per September 2014, jumlah liabilitas Energi Mega mencapai US$ 1,3 miliar.
“Pada tahun lalu kami telah mendapat fasilitas kredit sindikasi yang dipimpin oleh Bank of America Merrill Lynch dengan bunga LIBOR mencapai 6 persen. Hal itu mampu menghemat beban hingga US$ 26 juta pada tahun lalu,” jelasnya.
Target PendapatanDi tengah upaya menutup utang, Imam P. Agustino mengatakan perusahaan tambang keluarga Bakrie ini juga menargetkan pendapatan US$ 965 juta pada 2015, tumbuh 20,02 persen dari target tahun ini US$ 804 juta. Dia optimistis dengan target tersebut karena telah memiliki rencana untuk meningkatkan produksi di blok Malacca, blok Bentu, blok ONWJ, dan blok Kangean hingga 165.000 barel per hari (bph) pada 2020.
Selain itu, lanjut Imam, Energi Mega Persada juga tengah mencari mitra bisnis untuk mengelola blok migas di Mozambik. “Untuk di Mozambik terus terang sedang mencari partner asing. Kita targetkan tahun ini sudah dapat partner. Sementara pengeboran sudah mulai persiapan di kuartal pertama 2015,” ujarnya.
Sebagai informasi, produksi di Mozambik berasal dari blok Buzi yang telah dibeli Energi Mega Persada senilai US$ 175 juta pada tahun lalu. Sebelumnya perseroan menjanjikan produksi sebesar 50 juta kubik per hari ketika mulai beroperasi pada 2017.
Lebih lanjut, Imam menjelaskan, terkait jebloknya harga minyak bumi dunia, hal itu dinilai tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja perseroan. Dia membeberkan, sekitar 70 persen produksi Energi Mega berasal dari gas.
“Jadi, melemahnya harga minyak bumi tidak terlalu berpengaruh kepada kami,” jelasnya.
Dari sisi kinerja, pada semester I 2014 perseroan berhasil membukukan penjualan sebesar US$ 413,38 juta atau naik 10 persen dari periode yang sama tahun lalu senilai US$ 374,58 juta.
Sementara, perolehan EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) berhasil mencapai US$ 254,13 juta, naik 20 persen dari periode yang sama tahun lalu US$ 211,52 juta. Peningkatan penjualan dan EBITDA ini disebabkan oleh kenaikan volume produksi dan peningkatan harga jual gas.