PELEMAHAN RUPIAH

Rupiah Lesu, Pemerintah Enggan Revisi Lagi Tarif Batas Atas

CNN Indonesia
Selasa, 16 Des 2014 17:24 WIB
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan meyakini pelemahan rupiah yang terjadi saat ini belum signifikan mempengaruhi biaya operasi maskapai penerbangan.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (kanan) yang berada di atas Kapal Artama milik Pelindo Marine Service difoto oleh GM Pelindo III Cabang Tanjung Perak Eko Harijadi Budijanto saat melayari Selat Madura, Minggu (23/11) petang. Terminal ini merupakan terminal penumpang kapal laut pertama yang dilengkapi garbarata dan berstandar layaknya bandar udara. (ANTARA FOTO/Hafidz Novalsyah)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dipastikan akan semakin mempersulit maskapai nasional yang sebagian besar biaya operasinya dibayarkan dalam bentuk dolar. Rugi kurs menjadi ancaman utama para anggota Indonesia National Air Carriers Association (INACA) tersebut.

Meskipun menyadari kondisi tersebut, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengaku enggan merevisi lagi Peraturan Menteri Nomor PM 51 tahun 2014 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas yang baru berlaku 1 Oktober 2014 kemarin.

“Rupiah melemah, tapi sampai saat ini belum ada maskapai yang mengeluh. Saya sudah sampaikan agar mereka tidak usah minta naik dulu tarif batas atas," ujar Jonan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (16/12). (Baca juga: Harga Avtur Pertamina Kembali Turun Saat Rupiah Melemah)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan Direktur Utama PT Kereta Api (Persero) ini meyakini pelemahan rupiah yang terjadi saat ini belum signifikan menambah beban operasional maskapai penerbangan. Meskipun pelemahan rupiah kali ini merupakan yang terparah sejak Agustus 1998.

“Jangan dulu minta tarif batas atas naik lagi karena tidak terlalu signifikan atau hanya mencapai tiga persen pelemahannya. Saya minta di hold sampai situasinya benar-benar perlu dinaikkan," tutur dia.

Tunggu Tiga Bulan

Sesuai Pasal 7 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 51 tahun 2014, pemerintah baru akan mengevaluasi perubahan tarif batas atas jika terjadi perubahan signifikan yang berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan operasional maskapai penerbangan. Perubahan tersebut meliputi dua hal:

Pertama, jika harga avtur telah melebihi Rp 12 ribu per liter dalam jangka waktu tiga bulan berturut-turut.

Kedua, terjadi perubahan nilai tukar rupiah yang menyebabkan perubahan total biaya operasi pesawat paling sedikit 10 persen selama tiga bulan berturut-turut.

“Acuan nilai tukar yang digunakan dalam aturan baru ini adalah Rp 13 ribu per dolar Amerika Serikat. Sudah kami naikkan dari sebelumnya Rp 10 ribu per dolar dalam KM 26 tahun 2010," ujar Djoko Murjatmodjo, Direktur Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu.

Djoko meyakini perubahan acuan harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar tersebut sudah cukup mengakomodir peningkatan biaya operasional yang dialami maskapai penerbangan belakangan ini.

"Harga avtur sekarang ini Rp 11 ribuan, sementara kurs belum menyentuh angka Rp 13 ribu per dolar. Jadi kami rasa tarif batas atas yang sekarang ini sudah cukup untuk menutupi biaya operasional," ujar Djoko.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER