Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto menyatakan pihaknya belum menemukan kesepakatan dengan pemerintah mengenai sejumlah poin yang akan dimasukkan dalam draf amandemen kontrak pertambangan. Dua poin diantaranya perihal pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat atau
smelter serta aspek penerimaan negara.
"
Smelter itu kaitannya dengan perpanjangan izin operasi. Kalau kami bangun
smelter tapi waktunya tinggal empat tahun (dari habis masa kontrak karya 2021), terus bagaimana (investasi kami)," kata Rozik di Jakarta, Selasa (30/12).
Rozik mengatakan, sampai saat ini perusahaannya memang belum menentukan lokasi yang nantinya akan dibangun
smelter. Dia berkilah, upaya tersebut tak mudah direalisasikan karena manajemen harus menghitung ulang antara investasi yang dikeluarkan dengan mengkalkulasi sisa waktu kelangsungan izin operasi yang habis pada 2021. Untuk itu, dia meminta pemerintah segera memberikan kepastian mengenai perpanjangan kontrak Freeport.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Membangun
smelter membutuhkan waktu sekitar tiga tahun. Misalnya selesai 2018 berarti tinggal tiga tahun kontrak habis. Justru itu, membangun
smelter dan perpanjangan kontrak itu antara ayam dan telur," ujarnya.
Dalam nota kesepahaman atau
memorandum of understanding (MoU) yang ditandatangani Juli 2014, terdapat satu klausul mengenai adanya kepastian perpanjangan izin operasi dengan catatan Freeport harus lebih dulu menunaikan kewajibannya. Di mana satu kewajiban di antaranya ialah membangunan
smelter.
Sementara itu Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R. Sukhyar bersikukuh akan mendesak Freeport segera memastikan investasinya pada proyek
smelter di Gresik, Jawa Timur. Lantaran tak menunjukkan perkembangan yang signifikan, Sukhyar pun mengirimi surat peringatan ke manajemen Freeport.
"Kemarin saya sudah tandatangani suratnya (peringatan). Kami ingatkan lagi ke Freeport kalau jatuh tempo (perkembangan)
smelter itu 25 Januari (2015)," ungkap Sukhyar.