INDUSTRI PENERBANGAN

Mimpi Kemenhub Masuk Kategori 1 Keselamatan Penerbangan FAA

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Jumat, 09 Jan 2015 11:44 WIB
Ditengah insiden kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501, Kemenhub masih yakin bisa masuk kategori 1 peringkat keselamatan penerbangan FAA tahun ini.
Helikopter tim SAR melemparkan pelampung saat menolong korban di tengah laut dalam simulasi kecelakaan pesawat Jalak Airlines di dekat Bandara Ngurah Rai, Pantai Tuban, Badung. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ditengah insiden kecelakaan pesawat Airbus A320-200 QZ8501 milik AirAsia, Kementerian Perhubungan menargetkan dunia penerbangan Indonesia bisa masuk kategori 1 peringkat keselamatan penerbangan dari Federal Aviation Administration (FAA) Kementerian Transportasi Amerika Serikat.

Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Keterbukaan Informasi Publik Hadi Mustofa Djuraid menjelaskan pada April 2015, perwakilan FAA akan melakukan evaluasi terhadap kemajuan yang telah dilakukan Kementerian Perhubungan untuk meningkatkan keselamatan penerbangan.

Menurut Hadi, dengan apa yang sudah dilakukan Kementerian Perhubungan selama ini diharapkan kekurangan indikator keselamatan penerbangan di Indonesia sebagaimana yang disyaratkan oleh FAA untuk dapat naik ke kategori 1 sudah berkurang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satunya adalah melalui penerapan tarif batas bawah yang akan diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 91 tahun 2014. Berdasarkan aturan tersebut, maskapai penerbangan diwajibkan menetapkan tarif normal serendah-rendahnya 40 persen dari tarif batas. Kementerian Perhubungan khawatir maskapai dengan biaya murah (low cost carrier/LCC) tidak akan memiliki ruang finansial yang cukup untuk menaikkan standar keamanan.

“Dengan demikian kita harapkan tahun ini juga Indonesia masuk dalam kategori 1, sehingga maskapai penerbangan nasional bisa terbang ke Eropa dan Amerika Serikat,” ujar Hadi dikutip dari situs resmi Kementerian Perhubungan, Jumat (9/1).

FAA yang menjadi acuan industri penerbangan global, pada 16 April 2007 telah menurunkan peringkat Indonesia ke kategori 2 atau a Failure karena regulator Indonesia tidak memenuhi standar pengawasan keselamatan penerbangan yang ditetapkan ICAO, badan khusus PBB yang menangani permasalahan penerbangan sipil antar negara.

Sesuai aturan FAA International Aviation Safety Assessment, negara yang masih berada di kategori 2 sebenarnya maskapainya tetap dapat melayani penerbangan ke Amerika Serikat tetapi dengan pengawasan tinggi dari FAA.

Selain itu maskapai penerbangan dari negara kategori 2 tidak diizinkan menambah maupun mengubah rute penerbangan mereka antar kota di Amerika Serikat. FAA membuat ulasan atas peringkat keselamatan penerbangan dari berbagai negara secara berkala, dengan terus mengaudit hal-hal terkait standar keselamatan penerbangan yang berlaku di masing-masing negara.

Butuh Kerja Keras

Menurut Hadi saat ini masih ada sekitar 130 indikator terkait keselamatan penerbangan yang masih perlu dibenahi. "Sejauh ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sudah melakukan berbagai pembenahan manajemen penerbangan khususnya dalam meratifikasi ketentuan yang disyaratkan FAA,” kata Hadi.

Diakuinya, untuk dapat masuk kategori 1, membutuhkan kerja keras dari semua pihak tidak hanya Kementerian Perhubungan semata. Sebab pemangku kepentingan di industri penerbangan sangat banyak yaitu Kementerian Perhubungan selaku regulator, maskapai penerbangan sebagai operator, Perum Navigasi Penerbangan (AirNav) serta PT Angkasa Pura I dan II selaku pengelola bandara.

Hadi mengatakan kejadian jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 merupakan momentum untuk melakukan pembenahan industri penerbangan secara menyeluruh.

Untuk itulah pasca kecelakaan AirAsia QZ8501, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menginstruksikan manajemen Angkasa Pura I dan AirNav memutasi pegawainya yang terbukti terlibat dalam pemberian izin terbang AirAsia rute Surabaya-Singapura pada hari Minggu tidak sesuai dengan izin yang diberikan pemerintah.

Dari AirNav pejabat yang dipastikan telah digeser atau di mutasi yaitu General Manager, Perum AirNav Surabaya, Manager ATS Operation Surabaya, dan Senior Manager ATFM dan ATS Kantor Pusat Perum AirNav. Kemudian dari Angkasa Pura I pejabat yang di mutasi yaitu Department Head Operation cabang Juanda dan Senior Head cabang Juanda. 

Sementara Kementerian Perhubungan telah menonaktifkan dua pejabat yaitu Kepala bidang Keamanan dan Kelaikan Angkutan Udara, merangkap unit kerja pelaksana slot time di Otoritas Bandara Wilayah 3 Surabaya, dan Principal Operation Inspector Kementerian Perhubungan yang bertugas di AirAsia.

Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Arif Wibowo pernah meminta Menteri Perhubungan untuk dapat membawa industri penerbangan nasional naik kelas ke kategori 1 FAA.

"Filipina saja bisa menempati kategori 1 kenapa kita tidak. Karena pengkategorian FAA ini kemudian berpengaruh ke insurance cost perusahaan asuransi, yang melihat incident dan accident rate suatu negara sebelum berani melindungi penerbangan di suatu negara," kata Arif.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk tersebut menjelaskan semakin tinggi kategori yang ditempati suatu negara maka insurance cost yang ditagihkan perusahaan asuransi dalam bentuk premi kepada maskapai tentu akan lebih kecil. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER