INDUSTRI PENERBANGAN

Menteri Jonan: Undang-Undang Tak Mengenal Low Cost Carrier

Resty Armenia | CNN Indonesia
Kamis, 08 Jan 2015 20:22 WIB
Menhub Ignasius Jonan menegaskan dalam UU tidak dikenal low cost carrier (LCC) sehingga peraturan penetapan batas berlaku untuk semua kelas ekonomi.
Ed
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menegaskan dalam Undang-Undang tidak dikenal adanya low cost carrier (LCC). Oleh sebab itu, peraturan penetapan tarif batas atas dan bawah itu berlaku untuk semua angkutan udara kelas ekonomi.

LCC itu, ujar dia, hanya model bisnis. "Komersial saja. Ada yang suka minum, ada yang enggak pakai minum," kata dia kepada CNN Indonesia, di Istana Presiden, Jakarta, Kamis (8/1).
 
Pada akhir Desember 2014 Menteri Jonan meneken Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur tentang harga tarif batas bawah tiket penerbangan sebesar minimal 40 persen dari harga tiket terendah tarif batas atas.

Penandatanganan tersebut terjadi dua hari setelah pesawat AirAsia QZ8501 hilang kontak di perairan Selat Karimata. Ada yang menduga, keluarnya peraturan tersebut ada kaitannya dengan AirAsia yang merupakan salah satu maskapai LCC.
 
Tapi Menteri Jonan menegaskan, keluarnya peraturan tersebut tak ada kaitannya dengan AirAsia QZ8501. Dia menjelaskan, sejak dua bulan lalu perbaikan di empat sektor perhubungan tengah dijalankan satu per satu oleh kementeriannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya kasih contoh tiket kereta api kelas eksekutif, kan enggak dikasih makan juga, Jakarta-Surabaya 9,5 jam, harganya Rp 350 ribu sampai Rp 450 ribu. Nah kalau ada pesawat Jakarta-Denpasar harganya Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu itu masuk akal enggak? Wong kereta api untungnya hampir enggak ada," tutur dia memaparkan.

Menteri Jonan lantas mempersilakan media untuk mengecek mengenai keuntungan yang diterima dua maskapai populer, Garuda Indonesia dan AirAsia. "Coba tanya AirAsia dan Garuda, rugi enggak? Coba ditanyakan saja, saya enggak mau ngomong. Kalau rugi terus, kemudian tutup, mendingan. Tapi kalau jalan terus kan pasti banyak yang dikorbankan. Kan logis saja, apa ada orang yang mau nombok terus?" tutur Jonan.

Eks Direktur Utama PT KAI itu menyimpulkan, industri penerbangan tidak sehat jika keadaannya dibiarkan seperti itu. "Coba tanya ahli-ahli manajemen penerbangan, sebenarnya Jakarta-Surabaya pakai Boeing 737 itu ongkos per penumpang rata-rata berapa kalau kapasitas penumpangnya full," ucap dia.
 
Alasan diberlakukannya tarif batas atas dan bawah 40 persen, kata Jonan, adalah untuk menutupi kekurangan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh maskapai untuk memberikan pelayanan sesuai prosedur penerbangan.

"Waktu saya ditugaskan di perhubungan dua bulan lalu, tarif batas bawahnya 50 persen dari tarif batas atasnya, akhirnya kita sesuaikan 30 persen saja. Eh kurs rupiah enggak menguat sama sekali sampai sekarang, sudah lebih dari enam bulan," ujar dia.

Padahal, imbuh Jonan, maskapai membutuhkan banyak biaya perawatan dan operasi yang menggunakan mata uang asing. Jika tarif tidak disesuaikan, maka kualitas pelayanan otomatis turun. "Kalau pelayanan turun masih tidak apa-apa, tapi kalau maintenance turun bagaimana?" ucap dia.

Belum lagi persoalan bahan bakar minyak (BBM) yang harus dibayar menggunakan rupiah. "Jika BBM harganya naik dan dollar tetap segitu, artinya biaya operasinya naik," ujar Jonan.

Oleh sebab itu, lanjut dia, pemerintah melalui Kemenhub ingin membantu industri penerbangan agar lebih sehat, bukan hanya asal murah. "Kalau murah nanti banyak hal-hal yang tidak dilaksanakan. Kalau menyangkut pada keselamatan bagaimana? Orang tanya LCC tidak safe, ya belum tentu. Semua bisa celaka, tapi tugas kami buat regulasi yang membuat kecelakaan tidak terjadi. Kalau diminta kecelakaan tidak terjadi, hanya Gusti Allah yang bisa jamin," tutur dia menutup pembicaraan. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER