Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bahana TCW Investment Management menyatakan tingkat inflasi Indonesia pada 2015 bisa berada di bawah 5 persen karena ditopang penurunan harga minyak dan
outlook ekonomi Indonesia yang positif.
Chief Economist PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan harga minyak dunia berpotensi terus berada di level rendah pada tahun ini, hal tersebut diyakininya akan menguntungkan industri barang konsumsi.
“Ada upaya Arab Saudi untuk merebut pasar migas Amerika Serikat dan melawan produksi
shale gas negeri Paman Sam tersebut. Sementara Bloomberg memprediksi pada 2015 harga minyak dunia berada di US$ 50-US$ 70 per barel,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (14/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, dari sisi internal dia menilai hal positif berasal dari peningkatan kredibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui reformasi pajak yang memperluas ruang fiskal. “Selain itu ada peningkatan partisipasi pasar modal untuk pembiayaan infrastruktur,” jelasnya.
Dia menyatakan sebelumnya ekonomi Indonesia kurang kompetitif, kurang produktif dan kurang efisien. Hal itu ditunjukkan dengan rasio ekspor dengan produk domestik bruto (PDB) yang menurun dan neraca transaksi berjalan yang defisit.
“Selain itu,
net interest margin perbankan paling tebal secara internasional dan alokasi belanja negara kurang produktif,” ujarnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menegaskan
pemerintah tak punya niat untuk kembali memberikan subsidi bagi bahan bakar minyak (BBM) RON 88 atau premium jika harga minyak dunia menembus batas asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 di atas US$ 70 per barel.
Sofyan memastikan pemerintah akan tetap mencabut subsidi premium secara permanen agar masyarakat terbiasa dengan harga keekonomian BBM. Kebijakan tersebut untuk membuat masyarakat menekan pembelian BBM hanya sesuai kebutuhannya saja. Selain itu, pemerintah tidak ingin anggaran subsidi yang bisa dihemat untuk membangun infrastruktur terganggu dengan kembali memberikan subsidi.
"Kita biasakan masyarakat terbiasa dengan harga keekonomian. Kalau naik lebih mahal kalau turun lebih murah. Dimana-dimana di belahan dunia manapun seperti itu," ujar Sofyan.
Dia mencontohkan perbedaan harga BBM di Indonesia dengan negara yang relatif baru berdiri yaitu Timor Leste. "Orang Timor Leste beli BBM dengan harga lebih mahal. Mereka biasa saja. Waktu kita beli Rp 6.500 per liter, orang Timor Leste beli Rp 14 ribu. Bahkan kalau di Pakistan sampai Rp 20 ribu. Membayar harga keekonomian supaya lebih rasional," katanya.
(gen)