Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menegaskan pemerintah tak punya niat untuk kembali memberikan subsidi bagi bahan bakar minyak (BBM) RON 88 atau premium jika harga minyak dunia menembus batas asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 di atas US$ 70 per barel.
Sofyan memastikan pemerintah akan tetap mencabut subsidi premium secara permanen agar masyarakat terbiasa dengan harga keekonomian BBM. Kebijakan tersebut untuk membuat masyarakat menekan pembelian BBM hanya sesuai kebutuhannya saja. Selain itu, pemerintah tidak ingin anggaran subsidi yang bisa dihemat untuk membangun infrastruktur terganggu dengan kembali memberikan subsidi.
"Kita biasakan masyarakat terbiasa dengan harga keekonomian. Kalau naik lebih mahal kalau turun lebih murah. Dimana-dimana di belahan dunia manapun seperti itu," ujar Sofyan saat ditemui di kantornya, Senin (12/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia pun mencontohkan perbedaan harga BBM di Indonesia dengan negara yang relatif baru berdiri yaitu Timor Leste. Masyarkat Timor Leste, menurutnya sudah terbiasa dengan tingginya harga BBM karena tidak ada subsidi dari pemerintahnya.
"Orang Timor Leste beli BBM dengan harga lebih mahal. Mereka biasa saja. Waktu kita beli Rp 6.500 per liter, orang Timor Leste beli Rp 14 ribu. Bahkan kalau di Pakistan sampai Rp 20 ribu. Membayar harga keekonomian supaya lebih rasional," katanya.
Meskipun kenaikan BBM mampu mengerek inflasi, Sofyan yakin Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter mampu menanganinya dengan baik. Asal persoalan tata niaga dan infrastruktur dapat dikelola dengan baik sehingga inflasi tidak akan melonjak tajam ketika harga BBM naik.
"Kalau inflasi ini akan terus kita perhatikan. Ada faktor
supply-demand dan ada juga masalah tata niaga barang. Tata niaga
volatile food ini yang harus kita tangani," katanya.
(gen)