Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menyatakan kebijakan stimulus bank sentral Eropa sebesar 60 miliar euro tidak akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemerintah menurut Bambang hanya mencemaskan berlanjutnya perlambatan ekonomi Tiongkok yang dinilai akan menghambat performa Indonesia.
Bambang menyatakan, bank sentral Eropa telah mengumumkan kebijakan stimulusnya, dan emerging market memang bakal berada di posisi yang rentan di saat harga komoditas juga masih anjlok.
“Dari diskusi semalam dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kami masih optimistis. Kami tak mau memperlihatkan ke masyarakat kalau pesimistis. Namun kami harus realistis. Argumen saya, dampak stimulus Eropa tidak akan sebesar stimulus Amerika Serikat (AS) sebelumnya,” kata Bambang di Jakarta, Selasa (27/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang menjelaskan, pemerintah tidak terlalu mengkhawatirkan stimulus Eropa karena dua faktor. Pertama ukuran dananya yang tidak sebesar stimulus AS sebelumnya. Pada 2014 bank sentral AS (Federal Reserve) telah melancarkan kebijakan stimulus dengan mengguyur dana sekitar US$ 65-US$ 80 miliar per bulan ke pasar guna menahan pelemahan ekonomi negeri Paman Sam.
Kedua, lanjut Bambang, stimulus AS bersifat berlanjut, dalam hal ini bulanan meskipun dia mengakui, ketika itu pertumbuhan ekonomi Tiongkok masih dinilai akan membaik.
“Untuk saat ini yang menjadi pembeda adalah perlambatan ekonomi Tiongkok dan pelemahan harga komoditas. Khususnya minyak mentah,” jelasnya.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 persen pada tahun ini. Sementara itu, nilai tukar rupiah ditetapkan sebesar Rp 12.500 per dolar AS. Keputusan tersebut ditetapkan setelah pemerintah berunding dengan Komisi XI DPR pada Senin (26/1) malam.
(gen)