Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) pesimistis dengan target ekspor crude palm oil (CPO) yang dicanangkan Kementerian Perdagangan senilai US$ 36 miliar pada 2019. Target tersebut dinilai sulit untuk dicapai mengingat iklim industri sawit masih dihantui ketidakpastian.
"Jika ditanya apakah kami optimis dengan target sebesar US$ 36 miliar, saya sebenarnya dukung. Tapi target tersebut kami anggap sangat berat sekali karena ada faktor-faktor penentu lainnya yang tidak bisa kami prediksi," ujar Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan di kantornya, Jumat (30/1).
Gapki memprediksi nilai ekspor CPO pada 2019 kemungkinan hanya sekitar US$ 24 miliar - US$ 25 miliar. Proyeksi tersebut memperhitungkan kondisi ekonomi dunia dan perkembangan harga CPO di pasar global.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Target ekspor kami di kisaran angka tersebut. Jika harga komoditas sebesar US$ 1.000 per metrik ton dengan ekspor sebesar 24- 25 juta ton per tahunnya," jelas Fadhil.
Sekretaris Jenderal Gapki Joko Supriyono menyebutkan perkembangan industri sawit nasional akan sangat dipengaruhi oleh volatilitas harga komoditas dan perlambatan ekonomi global. dampak negatif dari kedua faktor tersebut sudah mulai terlihat dari perlambatan pertumbuhan volume ekspor CPO.
"Meskipun secara volume ekspor kita naik, tapi pertumbuhannya melambat dan hanya sebesar 2,5 persen untuk tahun 2014. Selain itu, volume ekspor ke Tiongkok juga turun menjadi 2,67 juta ton atau turun 9 persen akibat ekonominya juga ikut melemah," ujar Joko.
Kendati demikian, Joko menegaskan Gapki tetap berupaya untuk meningkatkan ekspor dengan memperluas pasar ekspor ke sejumlah kawasan alternatif. Pakistan menjadi contoh destinasi ekspor baru yang cukup potensial meningkatkan volume ekspor.
"Walaupun nilai ekspornya tidak sebesar ke India dan Tiongkok, namun pertumbuhan ekspor CPO dan turunannya ke Pakistan meningkat sebesar 84 persen dari 903 ribu ton menjadi 1,66 juta ton," tambahnya.