Jakarta, CNN Indonesia -- Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai tarif listrik bagi sektor manufaktur masih bisa diturunkan sebesar 20-30 persen sampai lima tahun ke depan. Tarif listrik tersebut menurut Sofjan masih bisa diturunkan dengan catatan pemerintah mampu memastikan kapasitas terpasang listrik bertambah seiring selesainya proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) secara bertahap.
"Kalau bisa dibangun 35 ribu MW maka saya pikir listrik, khususnya untuk industri dapat diturunkan tarifnya sebesar 20 hingga 30 persen. Terlebih Indonesia memiliki semua bahan baku pembangkit mulai dari batubara, gas, geothermal, hingga hydro sehingga kita tidak perlu impor, dan tarif bisa ditekan," ujar Sofjan yang juga menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ketika ditemui di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Selasa (3/2).
Meskipun pada Februari tarif listrik sudah mulai turun, namun Sofjan menambahkan bahwa pemerintah perlu mengkaji penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi tarif listrik industri. Pasalnya pengenaan pajak bagi tarif industri dirasa malah akan membebani beban produksi sektor manufaktur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa perlu kita kenakan PPN bagi golongan 2.200 VA ke atas ini? Saya saja tidak pernah dengar di luar negeri listrik dikenakan pajak. Kalau tarif listrik saja mahal bagaimana kita mau bersaing," tambahnya.
Selain itu, dia mengatakan bahwa seharusnya penurunan tarif listrik juga harus sebesar penurunan harga bahan bakar minyak. "Idealnya seperti itu, jika harga BBM turun maka sudah harusnya tarif listrik turun. Tapi saya apresiasi upaya pemerintah untuk menurunkan tarif listrik pada bulan ini," tutur Sofjan.
Dia juga paham bahwa pengenaan PPN ini dimaksudkan untuk menambah penerimaan pajak yang digenjot hingga Rp 1.484,6 triliun. Namun, dia juga mengatakan bahwa sudah seharusnya pemerintah jangan membuat kebijakan yang kontraproduktif.
"Lebih baik pemerintah kaji dulu dampaknya kebijakan ini," tambah Sofjan.
(gen)