Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH) berencana merevisi kontrak dua badan usaha penyalur bahan bakar minyak (BBM) yakni PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk. Pasalnya, asumsi volume BBM bersubsidi berubah dari 46 juta kiloliter menjadi 17,9 juta kiloliter (kl) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2015.
"Sekarang sedang dibahas antara Menteri ESDM dan Keuangan. Karena kontrak sudah berlaku 1 Januari kemarin dan asumsi akhirnya berubah, jadi kontrak harus direvisi," ujar Kepala BPH, Andy Noorsaman Sommeng di Jakarta, Selasa (10/2).
Sebelumnya, Pertamina dan AKR Corporindo memiliki jatah menyalurkan 46 juta kiloliter (kl) BBM bersubsudi. Pertamina ditugaskan menyalurkan 45,35 juta kl, yang terdiri dari premium 29,46 juta kl, minyak tanah 850 ribu kl dan solar 15,04 juta kl. Adapun AKR Corporindo mendapat jatah penyaluran BBM sebesar 645 ribu kl dengan rincian premium sebanyak 20 ribu kl dan solar 625 ribu kl.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedepannya mungkin hanya Pertamina yang akan menyalurkan premium, sementara AKR masih diberi jatah solar. Yang jelas, premium yang sudah disalurkan AKR dari jatah 20 ribu kl akan diganti oleh Kementerian Keuangan," kata Andy.
Dalam Rapat Kerja jajaran Menteri Kementerian ESDM bersama Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ditetapkan sebanyak 17,9 juta kilo liter (KL), yang terdiri dari 17,05 juta kl solar dan 850 ribu kl minyak tanah.
Sebagai informasi,
Pertamina dan AKR kembali ditunjuk sebagai penyalur BBM di Indonesia setelah menjadi pemenang tender yang digelar BPH Migas pada 2014. Pada tahun lalu, AKR dipercaya pemerintah mendistribusikan BBM bersubsidi sebanyak 600 ribu kiloliter (kl) dan Pertamina mendapat jatah distribusi sebanyak 45,4 juta kl.
AKR sendiri terbukti gagal memenuhi target distribusi dengan hanya menyalurkan BBM bersubsidi sebesar 340 ribu kl pada 2014. AKR terpaksa melimpahkan tugas penyaluran BBM tersebut ke Pertamina.
"Banyak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang belum jadi. Ini salah satu alasannya," ujar Presiden Direktur AKR Haryanto Adikoesomo, baru-baru ini.
(ags/ags)