Bentuk Badan Pajak, Indonesia Tertinggal Jauh dari Uganda

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Rabu, 18 Feb 2015 10:16 WIB
Pengamat menilai kebijakan pembentukan Badan Penerimaan Pajak akan meningkatkan penerimaan meskipun cara tersebut sudah diterapkan oleh negara lain.
Gedung Direktorat Jenderal Pajak. (detikFoto/Hasan Al Habsy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat Perpajakan dari Universitas Indonesia Darussalam menilai rencana pemerintah untuk membentuk Badan Penerimaan Pajak (BPP) akan membantu pemerintah dalam mencapai target penerimaan negara. Meskipun dia menilai rencana tersebut sudah tertinggal dibandingkan negara-negara lain yang sudah menerapkannya lebih dulu, termasuk Uganda.

“Intinya melihat dari banyak pengalaman negara-negara lain, perubahan lembaga otoritas pajak menjadi independen pasti membuat penerimaan menjadi naik,” ujar Darussalam kepada CNN Indonesia, Rabu (18/2).

Dia mengungkapkan sesuai dengan perkembangan organisasi otoritas pajak di dunia, tren yang terjadi saat ini adalah pembentukan badan yang independen atau lebih dikenal sebagai semi-autonomous revenue authority. Dalam hal ini Indonesia dinilainya sudah tertinggal karena baru akan menerapkannya tahun depan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Tidak cuma negara maju. Singapura, Malaysia, bahkan Uganda sudah menerapkan pembentukan badan otoritas pajak tersebut. Artinya, dari sisi ini kita sudah ketinggalan,” jelasnya.

Kewenangan Lebih

Jika rencana pembentukan Badan Penerimaan Pajak (BPP) jadi dilakukan tahun depan, Darussalam menyarankan agar badan tersebut memperolah beberapa diskresi, atau kebebasan mengambil keputusan sendiri. Pertama, kewenangan untuk anggaran sendiri dari persentase penerimaan pajak.

“Jadi dari total penerimaan pajak yang diraup, sebagian bisa dijadikan anggaran. Contohnya di Singapura sekitar 1,5 persen dari penerimaan. Sementara di Peru sekitar 2 persen,” jelas Darussalam.

Kedua, jika badan otoritas pajak tersebut mampu melampaui target maka sebagian dapat digunakan sebagai bonus atau insentif kepada para pegawainya. Hal itu dinilai mampu menggenjot kinerja para pegawai pajak.

“Ketiga, diskresi organisasi seperti pendirian kantor dan pembentukan serta perubahan direktorat bisa fleksibel. Misalnya terkait pajak internasional, karena di Indonesia juga banyak perusahaan multinasional,” ungkap Darussalam

Sebelumnya, pemerintah akan mengubah status dan nomenklatur Direktorat Jenderal Pajak menjadi BPP yang bersifat independen. Dengan demikian, Ditjen Pajak akan keluar dari struktur organisasi Kementerian Keuangan dan menjadi lembaga otonom.

Keputusan tersebut merupakan hasil rapat koordinasi antara Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi, Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil di Gedung A.A. Maramis, Jakarta, Selasa (17/2).

"Ditjen Pajak akan jadi Badan Penerimaan Pajak. Namun masih perlu masa transisi dengan peraturan Ketentuan Undang-undang Perpajakan (KUP) yang baru," ujar Yuddy.

Menurutnya, dibutuhkan waktu setidaknya setahun untuk merumuskan bentuk baru dari otoritas pajak. Untuk sementara, kata Yuddy, Ditjen Pajak akan berada di bawah Kementerian Keuangan hingga payung hukum BPP siap.

"Kementerian Keuangan mengharapkan kurang lebih setahun, misal awal tahun 2016 sudah jadi badan. Tapi tidak bisa diputuskan sepihak harus melalui pembahasan DPR, harus ada payung hukumnya," tuturnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER