Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memasang strategi untuk menggenjot penerimaan pajak dari sektor nonmigas setelah Kementerian Keuangan memprediksi raupan Pajak Penghasilan (Pph) migas merosot hingga Rp 39 triliun. Sebelumnya, Pemerintah memasang target penerimaan perpajakan yang lebih tinggi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015, mencapai Rp 1.489,3 triliun.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro memastikan akan terjadi penurunan penerimaan pajak yang berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) minyak dan gas bumi (migas), yang diperkirakan mencapai Rp 39 triliun.
Bambang mengakui, hal tersebut tidak lepas dari menurunnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor migas. “Khusus PPh migas masih turun, kerena PNBP migas turun. Turun sebesar hampir Rp 39 triliun,” jelasnya seperti dikutip dari laman resmi Kemenkeu pada Selasa (17/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, lanjut, Bambang, untuk mengompensasi penurunan target PPh migas tersebut, pemerintah akan mengoptimalkan penerimaan dari pajak nonmigas, yang antara lain meliputi PPh nonmigas dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Lebih lanjut, Bambang menyatakan hal tersebut terlihat dari kenaikan target penerimaan pajak nonmigas dalam APBN-P 2015 menjadi Rp 1.244,7 triliun, atau naik Rp 131,7 triliun dibandingkan target dalam APBN 2015 yang sebesar Rp 1.113 triliun.
“Untuk pajak nonmigas itu mengalami kenaikan, yaitu Rp 131,7 triliun, dimana PPh nonmigas naik Rp 74 triliun, PPN naik Rp 51,5 triliun,” ungkap Bambang.
Selain itu, dalam APBN-P 2015, target penerimaan dari kepabeanan dan cukai mencapai Rp195 triliun. Angka tersebut meningkat Rp 16,7 triliun dibanding target dalam APBN 2015, sebesar Rp 178,3 triliun. “Kepabeanan dan cukai meningkat Rp 16,7 triliun, karena cukai naik Rp19 triliun, sedangkan bea keluar pasti menurun Rp 2,2 triliun,” jelasnya.
Dia menjelaskan, penurunan target bea keluar tersebut terutama dikarenakan pelemahan harga minyak mentah (crude price oil/CPO) dan ekspor barang tambang. “Memang bea keluar sudah sangat terbatas, mengingat masih tidak tingginya harga CPO, dan juga dari tambang yang juga produksinya di bawah perkiraan dari Freeport dan Newmont,” pungkas Menkeu
(gir/gir)